Jakarta, Kompas
Potensi tersebut terungkap dalam unjuk bincang (talkshow) bisnis bertajuk ”Peranan Industri Semen dalam Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca” yang diselenggarakan Asosiasi Pengelola Karbon Indonesia di Jakarta, Jumat (4/5) malam.
Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan, sangat rumit menurunkan emisi gas rumah kaca, terutama bagi industri. ”Perubahan paradigma diperlukan dengan gerakan mengedepankan industri hijau yang pada akhirnya menguntungkan industri itu sendiri,” kata Rachmat. Menurut Rachmat, perdagangan karbon harus dimulai sejak sekarang.
Hasil kajian Tim Proyek Skema Penurunan Emisi untuk Industri Semen menunjukkan, emisi yang dihasilkan dari kegiatan produksi di sektor-sektor industri pada tahun 2005 mencapai total 51 juta ton karbon dioksida. Dari jumlah tersebut, sebesar 61,6 persen dihasilkan oleh industri semen. Industri baja menyumbang 12,3 persen; petrokimia 4,1 persen; dan industri amonia 15,4 persen.
Hal itu karena pertumbuhan pasar semen yang diperkirakan rata-rata 7 persen per tahun. Ini didorong oleh permintaan semen nasional yang pada tahun 2030 mencapai 142 juta ton. Tahun 2009, produksi semen mencapai 37,74 juta ton. Tahun 2010 meningkat menjadi 39,5 juta ton. Tahun 2011 mencapai 45,2 juta ton.
Lusy Widowati, anggota Tim Proyek Skema Penurunan Emisi untuk Industri Semen, mengatakan, emisi karbon dioksida yang dihasilkan industri semen 852 kilogram per ton. Emisi karbon dioksida yang dilepaskan 32 juta ton per tahun. Hasil studi ini dilakukan terhadap sembilan industri semen yang sudah berdiri di Indonesia. ”Penurunan ini hanya dapat dilakukan dengan berbagai upaya perubahan teknologi,” kata Lusy.
Direktur Utama PT Semen Padang Munadi Arifin mengatakan, PT Semen Padang merintis pengurangan emisi melalui investasi teknologi. PT Semen Padang berinvestasi dalam pembangkit listrik dengan pemanfaatan panas dari gas buang (waste heat recovery power generation).