Makassar, Kompas -
Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Made Soekarwo saat penyerahan fisik kakao antara PT Core Indonesia dan PT BT Cocoa, Senin (14/5),
”Sebelumnya, fluktuasi harga kakao berkisar 5-8 persen. Sekarang sudah berkurang menjadi 3 persen. Di BBJ, fluktuasinya berkisar 2-3 persen,” ujarnya.
Dia mengatakan, pengaruh tersebut muncul karena transaksi kakao terus naik. Pada April, transaksinya tercatat 4.785 lot. Tahun ini ditargetkan tembus 60.000 lot. Dibandingkan dengan komoditas olein dan emas, kontrak kakao mendominasi transaksi multilateral di BBJ.
Serah terima fisik itu, lanjutnya, menjadi salah bukti bahwa kontrak kakao di BBJ sudah menjadi referensi harga bagi para pelaku usaha. Jumlah biji kakao yang diserahterimakan sebanyak 3 lot atau 15 ton. Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia Surdiyanto Suryodarmodjo mengatakan, dalam penyerahan fisik, standar kualitas harus jelas. Jika ternyata lebih bagus, diterapkan sistem premium. Sebaliknya, jika mutu lebih rendah, berlaku diskon.
Direktur Utama PT BT Cocoa Indonesia Sindra Widjaja mengatakan, kehadiran kontrak kakao sangat membantu kelancaran operasional perusahaan. ”Sangat membantu perencanaan produksi karena kami bisa memperoleh kepastian pasokan biji kakao.
Menurut dia, meski Indonesia dikenal sebagai produsen ketiga kakao di dunia, produksi kakao masih belum maksimal. Tahun lalu produksinya 560.000 ton, lebih rendah daripada tahun 2010. Karena itu, ia berharap gerakan nasional kakao dilanjutkan. Gerakan tersebut selama ini baru mencakup 30 persen areal tanam kakao.
”Jika produksi tidak dibenahi, Indonesia bisa berubah dari pengekspor menjadi pengimpor biji kakao. Pasalnya, kapasitas industri terus naik. Tahun 2014, kapasitas industri diperkirakan 500.000 ton,” paparnya.
Direktur Utama PT Core Indonesia Alusius Wayandanu