Hal itu mengemuka dalam Seminar ”Indonesia in The Midst of European Crisis” yang digelar Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun) di Jakarta, Rabu (6/6).
Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto mengungkapkan, gross Surat Berharga Negara (SBN) saat ini Rp 271 triliun.
”Guncangan di pasar saham membuat migrasi dan melakukan flight to safety. Dampaknya ke pasar SBN sangat besar,” kata Rahmat. Selain Rahmat, hadir pula sebagai pembicara dalam seminar itu Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Hendar serta Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan Loto S Ginting.
Krisis utang Eropa telah menekan pergerakan harga SBN. Per 5 Juni 2012, jumlah kepemilikan asing di SBN tercatat Rp 223,05 triliun, turun Rp 11,45 triliun dari Rp 224,50 triliun di akhir Mei.
Menurut Rahmat, SBN sangat penting sebagai instrumen pembiayaan jangka panjang. Kreativitas diperlukan untuk mengembangkan pasar SBN di pasar ritel domestik. Dalam waktu dekat, BI akan mengoptimalkan SBN menjadi instrumen moneter.
Terkait dengan posisi rupiah, Gubernur BI Darmin Nasution menegaskan, nasib nilai tukar rupiah masih sangat ditentukan oleh perkembangan di Eropa dan Amerika Serikat. Jika perekonomian di Eropa tetap tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan, sementara perekonomian AS membaik, aset-aset akan cenderung mengalir ke dollar AS. Itu akan menyebabkan mata uang di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, melemah.
”Itu yang akan terjadi pada transaksi finansialnya. Jadi, Eropa kelihatannya tidak akan membaik dalam waktu dekat sehingga tinggal melihat situasi di Amerika saja,” ujarnya.