Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Schengen Mungkin Terapkan Visa Terbatas

Kompas.com - 08/06/2012, 07:52 WIB

LUKSEMBURG, KOMPAS.com - Melonjaknya aliran imigran akibat banyaknya celah di perbatasan antara Yunani dan Turki memaksa menteri-menteri Uni Eropa menerapkan perubahan drastis di negeri-negeri wilayah bebas visa Schengen.

Di bawah sejumlah proposal yang tengah dibahas dalam pertemuan Menteri-menteri Dalam Negeri Uni Eropa (UE) di Luksemburg, Kamis (7/6), ke-26 negara anggota Schengen kemungkinan akan mengizinkan penerapan kontrol perbatasan sampai batas satu tahun karena ”alasan luar biasa”.

Alasan luar biasa yang dimaksud, menurut permintaan yang diajukan oleh Perancis dan Jerman awal tahun ini, berkaitan dengan urusan imigran ilegal.

Migrasi akhir-akhir ini menjadi isu politik paling sensitif di antara negara-negara berdaulat di Uni Eropa yang terlilit krisis, didera pertumbuhan ekonomi yang melambat, serta melonjaknya angka pengangguran.

”Untuk saat ini kami belum bisa menerima perubahan seperti yang dibahas hari ini,” ungkap Komisioner Urusan Dalam Negeri Uni Eropa Cecilia Malmstroem. ”Harapannya tidak akan terjadi keputusan itu,” ungkapnya.

Komisioner Eropa ini berulang kali menekankan argumentasinya bahwa Schengen tidak pernah dirancang untuk mengontrol migrasi, tetapi justru mempermudah kebebasan bergerak.

”Saya selalu cerewet soal ini dalam pembahasan mengenai hal tersebut,” kata Malmstroem.

Menurut laporan agen perbatasan UE—Frontex, yang menangani problem-problem perbatasan—aliran lintas batas ilegal di perbatasan terluar negara-negara Schengen meningkat drastis, mencapai 35 persen sepanjang tahun 2011.

Tercatat, misalnya, aliran imigran ilegal dari 104.000 orang pada tahun 2010 menjadi 141.000 orang pada tahun berikutnya. Ini terutama disebabkan aliran imigran di sekitar Laut Tengah akibat pergolakan di negara-negara Arab (Arab Spring).

Salah satu tempat paling rawan adalah perbatasan antara Yunani dan Turki, yang menurut catatan tahun lalu ada setidaknya 55.000 kasus.

Banyaknya penerbangan murah dengan tujuan Turki membuat warga negara-negara yang didera perang, kaos, dan kemiskinan pun memanfaatkannya untuk berpindah dari negara-negara bermasalah, seperti Afganistan, Pakistan, dan Somalia.

Menanggapi melonjaknya arus imigran gelap ini, Perancis dan Jerman pada April lalu mengirimkan surat ke negara-negara mitra Schengen, sebuah surat bersama agar melakukan perubahan drastis.

Tetapi, tentunya surat bersama Perancis-Jerman itu terjadi sebelum Presiden sosialis Perancis Francois Hollande terpilih menggusur Nicolas Sarkozy, yang berniat mengetatkan perbatasan, Mei lalu. Mendagri baru Perancis, Manuel Valls, masih belum bersedia berkomentar tentang hal ini. (AP/AFP/Reuters/sha)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com