”Kami baru mengizinkan untuk tahap pertama saja. Izin sudah diterbitkan, Rabu (13/6),” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Leon Muhamad, Jumat (15/6), kepada Kompas. Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2012, Terminal Kalibaru harus mulai beroperasi tahun 2014.
Soal nasib pembangunan selanjutnya, Leon mengatakan, ”(Pembahasan) belum sampai ke sana. (Untuk) tahap II akan diperhatikan lingkungan pendukung, seperti jalan dan trafik truk.” Tingkat kemacetan Jakarta Utara, misalnya, akan menentukan nasib Kalibaru tahap II.
Pelindo II berniat membangun tahap II Kalibaru tahun 2018 dan selesai tahun 2023. Kapasitas empat terminal peti kemas di terminal tahap II mencapai 13 juta TEUs. Kini, Priok melayani
Sekretaris Perusahaan Pelindo II Rima Novianti mengatakan, bila surat izin diterima, itu akan segera ditelaah. ”Perpres 36 menugaskan Pelindo II membangun dan mengoperasikan Terminal Kalibaru. Jadi, sepertinya bukan sekadar membangun tahap I dari Terminal Kalibaru,” ujarnya.
Direktur Operasi Pelindo II Dana Amin menjelaskan, pelabuhan besar tak boleh dibangun sepotong-sepotong. ”Kini target jangka pendek membangun terminal tahap I. Namun, harus dipahami, butuh komitmen investasi jangka panjang, juga jaminan pelayanan,” ujar Dana.
”Otoritas itu tak hanya sebatas dapat menerbitkan izin, tetapi seharusnya mampu menjamin kelancaran sebuah proses sehingga proyek pelabuhan segera jadi,” kata Dana. Ketidakjelasan sikap pemerintah membingungkan investor dan kreditor.
Pengamat maritim, Saut Gurning, dari Institut Teknologi Sepuluh November menyarankan Ditjen Perhubungan Laut dan Pelindo II agar kembali duduk bersama. ”Sekarang, visi pemerintah itu bagaimana? Masih fokus di Kalibaru atau pikirannya sudah ke Pelabuhan Cilamaya? Apakah ada niat membatasi Kalibaru sampai tahap I saja, lalu pindah ke Cilamaya?” ujarnya.
Saut menyarankan supaya pemerintah tidak memanas-manasi Pelindo II, perusahaan pelayaran, dan investor. ”Cilamaya itu jauh dari realitas, jangan diangkat dahulu. Pemerintah harus bervisi pasar, tanpa itu sulit memahami konsekuensi dari kebijakan bagi bisnis,” kata Saut.