Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbanas Kecewa Aturan Kepemilikan Saham Bank

Kompas.com - 19/07/2012, 02:25 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional, mengaku kecewa atas aturan kepemilikan saham bank yang baru dirilis oleh Bank Indonesia (BI).

Dia merasa ada beberapa aturan yang belum diakomodasi oleh BI. Sigit menjelaskan, aturan kepemilikan saham perbankan ini memang akan menyehatkan perbankan nasional. Namun ada usulan Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) yang tidak diakomodasi.

"Kita patuhi saja aturan itu. Yang jelas bila dilihat dari sisi positifnya, aturan ini tidak selalu menyeramkan saat digembor-gemborkan dulu," kata Sigit saat ditemui di acara Indonesia Banking Award di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/7/2012).

Menurut Sigit, aturan ini akan menjadi insentif bagi bank-bank sehat, tetapi akan menjadi disinsentif bagi bank-bank yang kurang sehat. Dengan aturan itu, industri perbankan akan menjadi lebih baik dan lebih sehat.

Padahal, aturan baru dari BI ini sempat dikhawatirkan akan membuat investor di perbankan hengkang. Bahkan, sempat dirumorkan akan ada divestasi dari investor di saham-saham perbankan karena tidak adanya kepastian bisnis, baik dari investor baru maupun investor lama di perbankan.

Namun, aturan tentang kepemilikan saham bank itu sudah resmi dirilis, meski ada usulan dari Perbanas yang tidak dimasukkan. "Selama ini (pihak) asing masih bisa menguasai saham-saham perbankan maupun industri di Tanah Air sebesar 99 persen. Padahal kita menginginkan ada batasan terhadap (pihak) asing saham untuk industri di Tanah Air. Jadi, masih sama seperti dulu, belum banyak perubahan," tambahnya.

Bila aturan kepemilikan pihak asing masih sama seperti dulu, maka mereka tentu masih akan bisa menguasai industri perbankan di Tanah Air secara mayoritas.

Dengan demikian, masih ada kasus seperti PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) atau PT Bank Century Tbk yang saat ini menjadi PT Bank Mutiara Tbk, tetapi dikuasai oleh asing. Bank Mutiara juga sebentar lagi akan dijual ke pihak asing.

"Kami resah atas (pihak) asing yang masih bisa memiliki perbankan nasional sebesar 99 persen. Ini yang harus diubah, meski sebagai pelaku industri, kami akan netral-netral saja," ungkapnya.

Sekadar catatan, Bank Indonesia telah merilis Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

Dalam aturan dijelaskan batas maksimum yang baru tentang kepemilikan saham pada bank. Direktur Grup Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi A Johansyah menjelaskan, aturan baru ini diterapkan untuk menghadapi dinamika perkembangan perekonomian regional dan global.

Selain itu, industri perbankan nasional juga perlu meningkatkan ketahanannya. Caranya dengan melaksanakan prinsip kehati-hatian dan tata kelola bank yang baik (good corporate governance). Selain itu, diperlukan penataan struktur kepemilikan saham bank.

"Penataan struktur kepemilikan saham bank dilakukan melalui penerapan batas maksimum kepemilikan saham sehingga dapat mengurangi dominasi kepemilikan yang dapat berdampak negatif terhadap operasional bank," kata Difi.


Berikut aturan dalam PBI terbaru ini:
1. Penetapan batas maksimum kepemilikan saham pada bank berdasarkan kategori pemegang saham sebagai berikut:
A. Sebanyak 40 persen dari modal bank, untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.

B. 30 persen dari modal bank, untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum bukan lembaga keuangan

C. 20 persen dari modal bank, untuk kategori pemegang saham perorangan pada bank umum konvensional.


2. Batas maksimum kepemilikan saham untuk kategori pemegang saham perorangan pada bank umum syariah adalah 25 persen dari modal bank.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com