Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sama-sama Tropis, Produktivitas Kedelai RI Kalah oleh Brasil

Kompas.com - 25/07/2012, 09:41 WIB
Dimasyq Ozal

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski sama-sama termasuk dalam zona beriklim tropis, produktivitas kedelai Indonesia kalah jauh dibandingkan Brasil. Negeri samba  itu lebih banyak dua kali lipat dibandingkan dengan Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah dalam hal teknologi.

Demikian kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Achmad Suryana, di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/7/2012). "Sekarang ini produksinya hanya 1,2 ton per hektare. Padahal Brasil yang sama-sama daerah Tropis bisa memproduksi sebanyak 2,5 ton per hektar. Dua kali lipat dari kita," kata Achmad.

Achmad menjelaskan, Brasil memiliki teknologi khusus yang mampu meningkatkan produktivitas kedelainya. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Indonesia. "Kementerian Pertanian kini tengah mencoba meminta kepada pemerintah Brasil untuk transfer teknologi benih kedelai," tuturnya.

Bila seandainya Brasil mau melakukan transfer teknologi benihnya ke Indonesia, maka tahun depan teknologinya sudah bisa diterapkan. Ia pun berharap, produksinya mampu menyamai Brasil. Tentunya dengan luas areal yang sama.

Kendati demikian, proses transfernya pun juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Pemerintah harus terlebih dulu melakukan uji adaptif terhadap lahan dalam negeri. Untuk uji adaptif setidaknya membutuhkan waktu paling cepat satu tahun. Umumnya, sebagian besar kedelai tumbuh di daerah beriklim tropis dan subtropis dengan curah hujan antara 100-200 mm per bulan. Suhu optimum bagi pertumbuhan kedelai 23-27 derajat Celsius dan suhu yang cocok untuk proses perkecambahan benis 30 derajat Celcius.

Musim kemarau merupakan saat terbaik untuk panen kedelai karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil. Berdasarkan beberapa artikel penelitian yang dilansir dari laman Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian menyebutkan, sejak 2007 Badan Litbang Pertanian telah lakukan inovasi teknologi, yakni program percepatan produksi benih sumber varietas unggul kedelai.

Pengembangan varietas unggul tersebut diharapkan berpotensi hasilkan lebih dari 2,5 ton per hektar. Akan tapi, potensi dari hasil penelitian varietas kedelai yang diperoleh sampai saat ini belum terlalu tinggi, masih berkisar 1,5 - 2,5 ton per hektar. Itupun baru potensi penelitian. Ketika ditanam di lapangan dengan tingkat pemeliharaan dan pengaruh biotik serta abiotik yang beragam, hasilnya pun akan berbeda. Potensi hasil biji yang sebenarnya dicapai hanya 50 persen dari potensi yang sesungguhnya, yakni 0,75 - 1,25 ton per hektar.

Sementara Brasil, telah memiliki Lembaga Penelitian Kedelai Nasional (National Center for Soybean Research) di bawah naungan Brazilian Enterprize of Agricultural Research (EMBRAPA). Lembaga tersebut telah memiliki plasma nutfah (substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh) yang diperoleh dari Amerika Serikat, China, Jepang dan Korea untuk keperluan memgembangkan varietas-varietas unggulan baru.

Brasil sendiri merupakan produsen terbesar kedua setelah kedelai AS. Pada masa panen 2009-2010, areal kedelai seluas 23,6 juta hektare, mampu memproduksi 68,7 juta ton. Rata-rata produktivitas kedelai Brasil, yakni 2.941 kilo gram per hektar. Perusahaan multinasional pun melihat adanya peluang ekonomi pada kedelai. Mereka membantu petani melalui bantuan tenaga ahli, teknologi, modal, dan manajemen dalam rangka pengembangan industri pertanian kedelai Brasil.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 2 Juli lalu, angka produksi kedelai tahun ini diperkirakan turun 8,40 persen. Itu berdasarkan Angka Ramalan I BPS, diprediksi hanya 779.740 ton biji kering atau turun 71.550 ton dari tahun lalu. Penurunan itu disebabkan, adanya perkiraan turunnya areal panen seluas 55.560 hektar (8,93 persen), sedangkan produktivitas (dengan areal tersebut) hanya mengalami kenaikan sebesar 0,08 kuintal per hektare (0,58 persen).

"Indonesia harus membangun kemandirian pangan dengan produksi dalam negeri, tidak bisa mengandalkan impor terus-menerus. Karena itulah, perlu ada upaya, di antaranya pengendalian lahan pertanian yang ada, perluasan lahan, dan peningkatan produktivitas dengan teknologi," ungkapnya yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Litbang Pertanian pada 2004 ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com