Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Investasi Logam

Kompas.com - 01/08/2012, 02:41 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah akan memperjelas batasan kegiatan usaha yang masuk kategori pertambangan dan usaha industri hasil tambang. Hal ini untuk membuka peluang investasi bidang industri pengolahan mineral logam sehingga nilai tambahnya dapat diraih industri domestik.

Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, dalam diskusi yang diprakarsai Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Selasa (31/7), di Jakarta, hal itu merupakan hasil rapat koordinasi terbatas perekonomian tentang kebijakan hilirisasi mineral.

Ditegaskan, dalam rapat itu ditetapkan produk mineral yang belum diatur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 Tahun 2012 tentang bea keluar mineral logam, seperti bauksit dan pasir besi, akan dikenai bea keluar 20 persen seperti mineral logam lain. Aturan tentang bea keluar itu akan terbit pada Agustus ini.

Selain itu, kebijakan yang akan ditetapkan adalah divestasi ataupun royalti hanya berlaku pada kegiatan usaha pertambangan dan tidak berlaku bagi kegiatan industri. Izin usaha pertambangan mineral jangka waktunya 20 tahun dan bisa diperpanjang 2 kali 10 tahun sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba. Adapun izin usaha industri berlaku selama perusahaan itu beroperasi sesuai UU Nomor 54 Tahun 1984 tentang perindustrian.

Hidayat mengakui selama ini ada kerancuan dalam pemahaman industri pertambangan. Usaha penambangan bauksit, misalnya, masuk kategori kegiatan pertambangan. Kemudian, pengolahan bauksit menjadi alumina adalah kegiatan industri. Demikian juga kegiatan pengolahan alumina menjadi aluminium.

Menperin menunjukkan nilai tambah pengolahan barang mineral, seperti bauksit, yang semula hanya bernilai 17 dollar AS per ton. Jika diolah menjadi alumina nilai tambah menjadi 350 dollar AS per ton. Jika menjadi aluminium nilainya bisa mencapai 2.500 dollar AS per ton.

Pembangunan industri

Dari hasil mendorong investasi industri hilir, Kementerian Perindustrian mencatat adanya pembangunan industri pengolahan mineral logam, antara lain PT Krakatau-Posco tahap pertama dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun dan nilai investasi 2,8 miliar dollar AS. Kemudian, PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas produksi 300.000 ton CGA per tahun dan investasinya 450 juta dollar AS di Kalimantan Barat.

Juga investasi PT Feronikel Halmahera Timur sebesar 1,6 miliar dollar AS di Maluku Utara, dengan kapasitas 27.000 ton nikel per tahun. Lalu, PT Batulicin Steel tahap pertama dengan produksi 1 juta ton per tahun dan nilai investasinya 500 juta dollar AS di Kalimantan Selatan.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Azhar Lubis menyatakan, kewajiban untuk mengolah komoditas tambang di dalam negeri telah diamanatkan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba dan berlaku lima tahun setelah terbit. Berarti, pengusaha harus siap mengolah bijih mineral di dalam negeri per tahun 2014. Dengan demikian, sejak tahun 2011 pembangunan smelter semestinya telah dilaksanakan.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Investasi dan Perhubungan Peter F Gontha menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan kebijakan yang tak konsisten sehingga tidak membingungkan pelaku usaha. Selain itu perlu ada insentif dan jaminan pasokan listrik dalam mendorong pembangunan smelter atau instalasi pengolahan dan pemurnian mineral. (EVY/OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com