Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Anomali?

Kompas.com - 07/08/2012, 07:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah kondisi dunia yang sedang krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat hasil positif. Pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun ini mencapai 6,4 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Konsentrasi pertumbuhan tetap terpusat di Pulau Jawa dengan angka 57,5 persen.

Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I-2012 lebih baik dibandingkan dengan semester I-2011 yang tumbuh sebesar 6,3 persen.

Namun, menurut pengamat ekonomi Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng, pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong anomali. Alasannya karena pertumbuhan ekonomi tidak diikuti peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ada empat faktor, kata Daeng, yang membuat pertumbuhan ekonomi anomali. Pertama, ekonomi Indonesia digerakkan oleh utang luar negeri yang angkanya terus naik. ”Utang Indonesia terakumulasi mencapai Rp 2.870 triliun. Utang luar negeri bertambah setiap tahun. Utang selanjutnya menjadi sumber pendapatan utama pemerintah dan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi,” paparnya.

Kedua, pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat yang bersumber dari naiknya harga sandang dan pangan, serta ditopang dari pertumbuhan kredit, khususnya kredit konsumsi.

Faktor ketiga, pertumbuhan ekonomi didorong ekspor bahan mentah, seperti bahan tambang, migas, hasil perkebunan dan hutan, sehingga tidak banyak menciptakan nilai tambah dan lapangan pekerjaan. Terakhir, pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi luar negeri yang membuat sumber daya alam kian dikuasai asing.

Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono, menyatakan, sektor domestik mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. ”Transmisi krisis global melalui penurunan ekspor dan defisit neraca perdagangan baru akan terasa pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini. Lagi pula, kontribusi ekspor terhadap PDB tidak besar,” papar Tony.

Hal senada disampaikan ekonom Mirza Adityaswara. Sejumlah sektor ekonomi dalam negeri tumbuh karena didorong oleh suku bunga rendah yang tampak dari tumbuhnya kredit 26-28 persen (tahunan) sekaligus didorong oleh harga bahan bakar minyak (BBM) yang rendah karena masih disubsidi.

”Maka dari itu, pertumbuhan tinggi dialami sektor yang berorientasi dalam negeri, seperti perdagangan, manufaktur, otomotif, transportasi, komunikasi, dan konstruksi,” kata Mirza. Dia menambahkan, akibat pertumbuhan tinggi sektor yang berorientasi dalam negeri, kecenderungan defisit neraca perdagangan akan semakin besar.

Menurut Tony, belanja pemerintah yang lebih cepat dan besar juga cukup membantu pertumbuhan. Seiring hal itu, inflasi yang terkendali di bawah 5 persen cukup membantu meski hal tersebut ada efeknya, yaitu subsidi energi terus membengkak yang sebenarnya cenderung tidak sehat. (ENY/BEN/ATO/MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

    BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

    Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

    Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

    Whats New
    BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

    BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

    Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

    Whats New
    Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

    Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

    Whats New
    Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

    Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

    Rilis
    INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

    INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

    Whats New
    Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

    Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

    Whats New
    OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

    OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

    Rilis
    Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

    Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

    Whats New
    Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

    Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

    Work Smart
    INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

    INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

    Whats New
    Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

    Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

    Whats New
    Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

    Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com