Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

THR Belum Dibayarkan, Pemerintah Jangan Hanya Imbau

Kompas.com - 14/08/2012, 08:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Enam hari menjelang Idul Fitri, sebagian pengusaha masih belum memenuhi kewajiban membayarkan tunjangan hari raya kepada pekerja. Bahkan, tidak hanya tunjangan hari raya, gaji pun ada yang belum diterima pekerja.

Puluhan pekerja yang berlokasi di Penjaringan, Jakarta Utara, dan di sebuah instansi pemerintah di Jakarta Pusat serta pekerja pabrik di Tangerang, Banten, mendatangi kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Senin (13/8/2012).

Didampingi pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Maruli Rajagukguk, para pekerja bermaksud mengadukan nasib mereka kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar karena belum mendapatkan pembayaran tunjangan hari raya.       Namun, Muhaimin tak ada di tempat. Akhirnya, para pekerja hanya ditemui Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Hubungan Industrial Kemenakertrans Sahat Sinurat.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ratusan tenaga kerja alih daya yang bekerja di pabrik kayu lapis PT Wijaya Tri Utama Plywood berunjuk rasa di kantor dinas sosial tenaga kerja setempat. Mereka menuntut pihak perusahaan membayarkan THR yang menjadi hak pekerja.

Ratusan buruh perusahaan eksportir tembakau bahan cerutu CV Mangli Djaya Raya di Desa Petung Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur, juga menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut supaya perusahaan memberikan tambahan THR sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Buka posko pengaduan

Untuk menjembatani tuntutan pekerja tersebut, Muhaimin menugaskan pegawai pengawas ketenagakerjaan dan mediator hubungan industrial untuk menjembatani masalah THR yang dikeluhkan sejumlah pekerja.

Menurut Muhaimin, posko pengaduan THR akan terus dibuka sehingga pekerja yang belum mendapatkan THR tetap bisa mengadu. Sejauh ini, Posko Satgas Ketenagakerjaan Peduli Lebaran Tahun 2012 atau posko pengaduan THR yang berlokasi di kantor Kemenakertrans telah menerima 19 kasus pengaduan.

”Mudah-mudahan tidak bertambah lagi. Setiap kasus yang masuk kami selesaikan dengan segera,” ujar Muhaimin.

Ia menegaskan, setiap pengaduan THR harus segera ditindaklanjuti. Dinas ketenagakerjaan diharapkan juga harus proaktif menyelesaikan setiap kasus agar tidak menyisakan persoalan.

Sebelumnya, Muhaimin sudah mengingatkan agar semua perusahaan memberikan THR sesuai hak karyawan. Kemenakertrans tidak akan segan-segan memberikan sanksi kepada perusahaan yang membayarkan THR tidak sesuai ketentuan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menegaskan komitmen anggota Apindo memenuhi semua hak normatif buruh sesuai ketentuan undang-undang. Namun, terhadap perusahaan berskala mikro, pemerintah tentu turut bertanggung jawab atas kelangsungan usaha dan pekerjaan mereka.

”Perusahaan besar pasti membayar THR. Itu sebabnya kami minta serikat buruh juga berperan aktif mengedepankan dialog dalam setiap masalah supaya investasi padat karya bisa bertumbuh sehingga lebih banyak perusahaan mikro menjadi besar untuk menarik pekerja informal menjadi formal,” ujar Sofjan.

Sofjan menyatakan, jika perusahaan mikro tidak memiliki dana tunai, mereka diharapkan mengganti pembayaran THR dengan produk usahanya. ”Kalau perusahaan batik, kami harapkan bisa menggantikan THR dengan kain batik,” ujarnya.

Disodori surat pemecatan

Menurut Narmi, salah satu pekerja yang ikut aksi, setelah pabrik tempat mereka bekerja terbakar pada Februari lalu, karyawan disodori surat pengunduran diri dengan iming-iming pesangon Rp 750.000.

Nasib serupa dialami 36 karyawan lainnya. Mereka di-PHK oleh perusahaan sejak Mei 2012 setelah mogok kerja menuntut hak-hak normatif berakhir buntu. Ketika para karyawan akan masuk kerja kembali sesuai anjuran Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, yang memediasi mereka justru diusir oleh polisi yang berjaga-jaga di pabrik.

Para pekerja di Banjarmasin setidaknya dalam empat tahun ini tidak mendapatkan THR. Ketika menjelang Lebaran, para pekerja hanya mendapat bingkisan senilai Rp 50.000 yang diberikan dalam wujud bahan pokok, seperti gula dan minyak goreng.

Meskipun sudah ada posko pengaduan, Ketua Konfederasi Kesatuan Aksi Serikat Buruh Indonesia Nining Elitos tetap pesimistis pembayaran THR dilakukan.

”Sudah ada peraturannya dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pun sudah mengumumkan adanya posko pengaduan terkait pemberian THR, tetapi kenyataannya perusahaan yang mangkir dari kewajibannya tetap ada dan belum ada sanksi tegas dari pemerintah,” katanya.

Menurut Nining, ada 36 orang dari sekitar 1.000 karyawan yang menolak menandatanganinya. Sejak saat itu hingga sekarang mereka tidak bekerja karena perusahaan menganggap mereka tetap mengundurkan diri. Gaji dan THR pun tidak diberikan.

Berulangnya kasus THR ini disebabkan ketidaktegasan pemerintah menindak perusahaan yang tidak memberikan THR. Padahal, THR merupakan hak karyawan.

”Semangat dasar THR adalah upah karena besaran nilainya dihitung berdasarkan masa kerja. Karena itu, perusahaan yang melanggar bisa dipidana. Tinggal apakah pemerintah berani menindaknya atau tidak,” tutur Maruli.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Said Iqbal menyatakan, persoalan THR selalu muncul setiap tahun menjelang Lebaran. Sebab, pemerintah hanya sebatas mengimbau dan tidak memberikan sanksi, padahal pendapatan buruh sangat minim.

”THR sangat penting. Kalau gaji itu hanya untuk hidup sehari-hari, maka THR ibarat gaji ke-13. Oleh sebab itu, THR harus dibayarkan kepada pekerja sebelum Lebaran,” ujarnya. (adh/wer/sir/nel/ham)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com