Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Global Kian Terbebani Kondisi Ekonomi China?

Kompas.com - 11/09/2012, 09:47 WIB
Anastasia Joice

Penulis

oleh Apressyanti Senthaury

KOMPAS.com - Menyelami persoalan ekonomi global, maka tak akan lengkap tanpa mencermati negara ini. Sebuah negara berideologi komunis dan merupakan negara ketiga terluas di dunia.

Bahkan akhir-akhir ini, pemberitaan mengenai negara dengan jumlah penduduk terbanyak dunia itu terus-menerus muncul ke permukaan. Hingga, berbagai hal seputar China ditengarai memiliki pengaruh terhadap pergerakan kumpulan mata uang asing terkemuka di kancah internasional. Begitu pula halnya dengan perkembangan perekonomian global.

Kemahsyuran Negeri Tirai Bambu di mata dunia

Dibandingkan dengan negara lainnya di dunia, China mempunyai kelebihan yang sangat spesial. Hingga melahirkan pepatah terkenal “tuntutlah ilmu sampai ke negeri China”. Tentu saja hal ini tak muncul begitu saja. Melainkan dikarenakan memang ada keistimewaan yang hanya dimiliki oleh Negeri Tirai Bambu ini. Entah itu di bidang sastra, budaya, filsafat, sampai dengan sejarah yang mencakup berbagai hal.

Belum lagi keahlian di bidang perdagangan yang dikenal oleh hampir semua saudagar ternama dunia. Dan tak disangsikan lagi banyak orang yang menimba ilmu di negeri yang termahsyur oleh keberadaan tembok terbesar di dunia itu. Bangunan yang semula digunakan sebagai ajang pertahanan tersebut, kini masih dapat dinikmati tak hanya oleh wisatawan lokal tapi juga tamu-tamu asing. Tembok sepanjang puluhan ribu kilometer itu pun merupakan bukti nyata kebesaran negara berpenduduk lebih dari 1,3 miliar jiwa ini. Bahkan mulai dari abad sebelum masehi lamanya.

Bagaimana tidak, sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia, China merupakan salah satu penentu arah perkembangan ekonomi global. Tren penurunan kondisi perekonomian Negeri Tirai Bambu, yang diantaranya dicerminkan oleh data manufaktur pun ikut menjadi fokus pelaku pasar. Apalagi ditambah dengan sinyal negatif yang juga datangnya dari Amerika. Baik itu lemahnya sektor perumahan, industri, tingginya angka pengangguran, maupun lesunya manufaktur. Kepercayaan konsumen atas dua negara dengan perekonomian terbesar dunia itu pun laksana memudar seiring dengan rundungan masalah yang mendera Beijing & Washington D.C. itu.

Namun, hal itu belumlah yang terburuk. Karena, imbas negatif yang berhembus dari The Two Biggest Countries of the World-lah yang sebenarnya ditakutkan oleh partisipan pasar dari segala penjuru dunia. Bahkan, efeknya bisa menjadi pemicu anjloknya pasar global dan juga sebagian besar pasar ekuitas sedunia. Beberapa indikator ekonomi China pun seakan makin mengkonfirmasi sinyalemen global slowdown yang diestimasi menjadi pengganjal pergerakan high-yield assets movement ke depan. Mulai dari GDP, economic activities, perdagangan, impor & ekspor, hingga inflasi.

Ancaman perlambatan ekonomi global sudah tergambar dengan jelas di benak pelaku pasar. Bahkan, kecemasan atas outlook ekonomi dunia pun telah ditunjukkan oleh Christine Lagarde, yang merupakan pimpinan tertinggi IMF. Lembaga keuangan internasional itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berada dalam tekanan yang cukup berat. Proyeksi bulan April yang semula mencapai 4,1 persen terindikasi mengalami penurunan hingga ke level 3,9 persen. Bukan tidak mungkin kompleksnya permasalahan utang Eropa berikut problema perekonomian negara-negara besar dunia potensi memperburuk prediksi global economic growth. Tentu saja hal ini layak menjadi perhatian partisipan pasar global.

Eratnya hubungan China dengan pasar global tak hanya mencakup keterkaitan diplomatik. Maju-mundurnya ekonomi Negeri Tirai Bambu pun ikut menjadi pemicu optimisme atau pesimisme pelaku pasar atas perekonomian dunia.

Bersama-sama dengan Amerika Serikat dan Jepang, China memegang peranan penting dalam ekonomi global. Dimana, Beijing menduduki posisi kedua dan selanjutnya diikuti oleh Tokyo. Sementara, negara pimpinan Obama masih berada di peringkat pertama. Meski, bisa dilihat bahwa saat ini, Negeri Liberty sangat terbebani oleh masalah fiskal berikut tingkat pengangguran yang tinggi hingga potensi memburamkan pertumbuhan ekonomi negaranya. Terlebih, problema utang kawasan Eropa yang terendus pasar terjadi di Yunani, kini terus menjalar ke negara-negara anggota Zona Euro lainnya.
Ekonomi China Didukung Kuat Otoritas Moneter

Kompleksnya masalah utang negara anggota Eurozone mau tak mau telah memberikan dampak negatif buat ekonomi China. Berdasarkan catatan, pertumbuhan Beijing saat ini berada di level 7,8 persen (data Q2) dan terindikasi terus menurun. Beberapa lembaga perbankan ternama & institusi internasional pun memastikan terpangkasnya GDP negara pimpinan PM Wen Jiabao di tahun 2012 ini begitu pun di tahun 2013 mendatang.

Tekanan yang melanda China telah menjadi concern pemerintah Negeri Panda hingga mendorong otoritas mengintensifkan kembali pelaksanaan kebijakan moneternya. Bahkan, Bank Sentral China telah mengimplementasikan keputusan penurunan tingkat suku bunga acuan untuk kedua kalinya dalam 3 bulan terakhir ini. Dimana, pada 7 Juni silam 1-year lending rate PBOC diturunkan menjadi 6,31 persen dari 6,56 persen, dan selanjutnya pada 5 Juli 2012, angka tersebut akhirnya menyentuh level 6,00 persen.

Peluang peluncuran stimulus dalam waktu dekat pun menyeruak ke permukaan di tengah isyarat kian melambatnya laju ekonomi China. Walau, kenaikan data Trade Balance China di Bulan Agustus (26,66 miliar dollar AS) sempat memberikan hembusan aura positif buat pasar untuk bangkit bersemangat kembali. Bahkan, berkat kepemimpinan Wen Jiabao yang dianggap responsif dan mampu bertindak cepat dalam mengatasi persoalan di dalam negeri, Beijing pun diperkirakan bakal mampu bertahan. Tak hanya fokus pada kebijakan moneter, PM Jiabao pun aktif mengendalikan sektor properti melalui pencegahan peningkatan harga rumah, berikut dukungan buat kebangkitan sektor kredit perbankan.

Ekspektasi pelonggaran lebih lanjut China di benak investor pun turut menjadi penyemangat bangkitnya aset-aset berisiko di pasar hingga mensupport perbaikan kondisi global market. Terlebih apabila redupnya program Quantitative Easing jilid 3 The Fed kembali menyala. Walau, kecamuk problema EZ debt crisis masih akan terus membayangi perekonomian global.

Dalam waktu dekat, kita lihat saja seberapa cepat Negeri Tirai Bambu bertindak demi topang perekonomian negaranya. Kita tunggu saja…  (Apressyanti Senthaury – BNI Treasury Analyst)

*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com