Jakarta, Kompas
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto, di Jakarta, Selasa (11/9), mengatakan, penurunan peringkat tersebut jangan dianggap sepele. ”Seharusnya pemerintah prihatin dan berkomitmen untuk melakukan sejumlah pembenahan,” katanya.
Dia mengatakan, pembenahan seharusnya dilakukan dengan fokus pada rencana induk atau MP3EI. Jika rencana induk tersebut bisa direalisasikan, dengan sendirinya daya saing Indonesia terkoreksi menjadi lebih baik. ”Daya saing harus diperhatikan jika pemerintah ingin serius menjaga kepercayaan dunia agar mau berinvestasi ke Indonesia. Peringkat daya saing sangat penting karena akan berdampak pada penilaian investor dalam melihat Indonesia,” paparnya.
Secara terpisah, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa pemeringkatan daya saing, yang dilakukan oleh sejumlah lembaga, tidak perlu ditanggapi serius. Hasil pemeringkatan tersebut hanya sebagai tambahan informasi, jadi tidak perlu dipakai sebagai acuan utama.
”Itu hanya tambahan informasi. Sebaiknya kita fokus ke dalam. Jangan juga terlalu percaya pada hasil rating seperti itu. Ingat dulu saat grup Lehman Brothers bangkrut setelah statusnya sedang bagus, yakni AAA. Sama halnya dengan krisis di negara Eropa saat ini, sesuai dengan peringkat, hasil mereka rata-rata bagus,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Forum Ekonomi Dunia (WEF), posisi daya saing ekonomi Indonesia turun empat peringkat dari posisi ke-46 tahun lalu jadi posisi ke-50 tahun ini. Posisi itu menyebabkan Indonesia berada di peringkat paling bawah di antara negara-negara sekawasan. Contohnya, Malaysia masih bertengger di posisi ke-25, Brunei di posisi ke-28, China di posisi ke-29, dan Thailand di posisi ke-38.
Negara-negara yang masuk peringkat empat besar daya saing ekonomi terbaik adalah Swiss, Singapura, Finlandia, dan Swedia. Amerika Serikat, yang semula di posisi ke-5, kini bergeser ke posisi ke-7.