Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Dinas Rp 21 Triliun Harus Dikurangi

Kompas.com - 14/09/2012, 07:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com  - Dana Rp 21 triliun untuk perjalanan dinas pemerintah pusat tahun 2013 harus dikurangi. Alasannya, berdasarkan pemeriksaan BPK terhadap pelaksanaan APBN pada 2010, misalnya, ditemukan banyak perjalanan dinas fiktif, duplikasi laporan, hingga bukti perjalanan yang tidak valid.

Biaya perjalanan dinas untuk semua kementerian dan lembaga pemerintah tahun 2013 dianggarkan Rp 21 triliun. Nilai itu jauh melampaui alokasi program-program peningkatan kesejahteraan rakyat. Misalnya adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat senilai Rp 7,3 triliun, bantuan siswa miskin senilai Rp 10 triliun, dan subsidi benih senilai Rp 0,1 triliun.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas perjalanan dinas senilai Rp 18 triliun pada 2011 menunjukkan adanya pemborosan sebesar 40 persen atau Rp 7,2 triliun. Setahun sebelumnya, BPK menemukan sejumlah penyimpangan perjalanan dinas.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, Kamis (13/9), menyatakan, perjalanan dinas di satu sisi diperlukan dan wajar. Menjadi pertanyaan kemudian manakala nilainya jauh melampaui anggaran peningkatan kesejahteraan rakyat. Apalagi efisiensinya juga patut dipertanyakan.

”Alokasi itu tidak cukup bisa dipertanggungjawabkan karena lebih besar dari social spending. Dan, ternyata banyak kasus perjalanan dinas tidak diperlukan, lebih sebagai pemborosan anggaran,” kata Prasetyantoko.

Khusus perjalanan dinas ke luar negeri yang semestinya diletakkan dalam konteks diplomasi global, Prasetyantoko berpendapat, acap kali agenda nasionalnya tak jelas. Dengan demikian, lebih baik kalau sebagian rencana anggaran itu dipotong untuk program yang memiliki efek ekonomi berantai.

Secara terpisah, ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Hari Wibowo, menyatakan, alokasi senilai Rp 21 triliun itu kurang pantas jika dibandingkan dengan anggaran peningkatan kesejahteraan rakyat yang masih kecil. Dengan demikian, alokasinya layak dipangkas.

Faktanya, Dradjad melanjutkan, perjalanan dinas di banyak kementerian dan lembaga sekadar multiplikasi atau pengulangan dari program yang sudah-sudah. Model yang demikian berarti pemborosan anggaran.

”Cuma, memang, untuk menyisirnya bukan soal sederhana karena itu tersebar di semua kementerian dan lembaga dan posnya pun banyak sekali. Ini harus disisir secara jeli,” kata Dradjad.

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golongan Karya Harry Azhar Aziz menyatakan, biaya perjalanan dinas senilai Rp 21 triliun kurang pantas ketika jumlah penduduk miskin masih banyak sehingga memerlukan banyak anggaran pula. Oleh sebab itu, alokasinya perlu dipotong.

Harry menyarankan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan perlu menyusun kriteria perjalanan dinas. Produknya harus mengikat semua kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah.

”Di DPR, perjalanan dinas tidak mungkin terbahas karena waktunya habis untuk membahas yang lain,” kata Harry.

Mengacu pada hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah tahun 2010, misalnya, sebagian perjalanan dinas tidak lebih sekadar pemborosan anggaran. Ini disebabkan perjalanan dinas tersebut dilakukan secara fiktif, rangkap, dan duplikasi. Di sejumlah kementerian, porsinya bahkan mencapai hampir 40 persen dari belanja barang, misalnya di Kementerian Sosial.

Dari laporan itu ditemukan banyak penyimpangan dalam perjalanan dinas, mulai dari perjalanan fiktif, duplikasi laporan, hingga bukti perjalanan dinas yang tidak valid.

Untuk menghemat anggaran, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menjelaskan, sejak tahun 2010 pihaknya telah memanfaatkan penggunaan teknologi informasi komunikasi, integrasi proses, dan berbagi sumber daya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com