DEWI INDRIASTUTI
”Saya merasa ada kontribusi. Tidak hanya mengeruk bumi dan membawa hasilnya ke mana atau membuat produk yang membahayakan. Produk yang kami hasilkan bermanfaat bagi orang lain,” kata Handry, Presiden dan Chief Executive Officer GE Indonesia, beberapa waktu lalu.
Berikut wawancara dengan Handry di ruang kerjanya di Jakarta.
Apa visi dan misi GE di Indonesia?
Kami ingin lebih lokal dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sekitar 60 tahun di Indonesia, kami selalu menjadi pemasok equipment yang sangat bagus.
Sejak tahun 2010, kami memakai pendekatan baru yang disebut sebagai rekan bisnis. Dari pemasok peralatan menjadi rekan bisnis. Selain itu, kami juga punya kontribusi terhadap negara. Maka, kami kembali lagi pada filosofi dasar bahwa kami akan tumbuh jika negara tumbuh. Pertumbuhan suatu negara ada kontribusi dari pertumbuhan perusahaan. Pertanyaan dasarnya, apa yang bikin kamu bangga kalau kamu kerja di GE Indonesia. Kami bangga bisa mendorong pertumbuhan ini. Kalau tidak, balik lagi ke jualan produk.
Dengan spirit itu, apa pun yang mau kami hasilkan di Indonesia selalu membawa teknologi baru. Kami bangga dalam 2 tahun ini berhasil membawa banyak hal, yaitu teknologi yang cukup baru di dunia industri, misalnya membawa mesin pesawat ke Garuda dan Lion yang efisien dan tidak polutif. Lokomotif yang lebih efisien, pembangkit listrik beremisi rendah, atau alat kesehatan dengan harga terjangkau.
Kami bangga kalau ada konsumen yang maju akibat kontribusi kami. Maka, kami menyediakan waktu untuk bicara dengan anak-anak muda atau mahasiswa. Pengembangan bakat lokal itu misalnya dengan Garuda Institut atau dengan Pertamina.
Jadi Indonesia bukan hanya pasar?
Tepat sekali. Mungkin kalau kita bawa dalam konteks bisnis, saat orang ada di suatu negara, harus dipandang sebagai pasar yang harus didorong. Bagaimana caranya. Datang, jualan, lalu kabur atau mengembangkan sesuatu.
Tahun 1998, saat klien kabur dari Indonesia (krisis ekonomi), kami justru investasi. Kami percaya ini adalah pasar. Dulu, mungkin kita memandang Indonesia pasar masa depan. Problemnya, segalanya dilihat masa depan. Sekarang kita berubah. Kita lakukan sekarang.
Ekonomi Indonesia tumbuh, bagaimana GE memanfaatkan momentum ini?
Target kami selalu dua digit. Realitasnya, dalam dua tahun ini, GE tumbuh dua digit. Kebetulan terbantu infrastruktur Indonesia yang tumbuh. Perlu kereta api, pesawat, pembangkit listrik. Kalau tidak ekspansi, pesawat akan diparkir di mana? Bandara harus dibangun, jalur ganda kereta api juga.
Prinsipnya, semakin banyak kelompok kelas menengah, semakin besar belanja konsumsi yang berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB). Target kami, masih akan tumbuh tinggi. Pesawat dan kereta, saat sudah sampai batasnya, yang bisa ditingkatkan adalah jasa. Jadi, ada kesempatan terbuka melalui jasa.
Memasok lokomotif dan pesawat?
GE menyuplai lokomotif diesel ke PT Kereta Api Indonesia (KAI). Yang perlu adalah misi bersama KAI, menjadikan Indonesia sebagai pusat jasa lokomotif di ASEAN. Kami punya kemampuan dan kapabilitas untuk jasa lokomotif di ASEAN.
Kami menggunakan pendekatan yang sama dengan Garuda. Garuda bilang mau beli mesin GE. Tapi apa lagi yang bisa ditawarkan? GE menawarkan tumbuh bersama. Maka, Garuda harus punya kapabilitas dan tak hanya jadi pemain lokal, tetapi juga regional.
Kami ingin investasi pada sesuatu. Kami kembangkan juga service center of excellence sehingga bisa mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi lagi.
Produk yang GE andalkan di sini?
Kami masuk di lima bisnis, yaitu mesin pesawat, transportasi, energi (pembangkit listrik dan distribusi), peralatan kesehatan, dan penerangan. Kontribusi terbesar dari pesawat dan energi. Saat ini yang tumbuh adalah infrastruktur. Tapi, infrastruktur ada titik jenuhnya.
Nah, energi ini luas sekali. Selain pembangkit listrik yang masih kita butuhkan, sekarang kapasitas dasar total masih kurang terpenuhi. Problem listrik adalah bahan bakar. Macam-macam, tidak hanya batubara dan gas. Ada juga masalah ketersediaan dan distribusinya.
Maka, pendorong utama bisnis masa depan GE adalah energi. Kita bicara soal pembangkit listrik, minyak dan gas, manajemen energi agar transmisi dan distribusi lebih efisien, serta energi terbarukan. Misalnya, bagaimana membuat pembangkit listrik di desa-desa menggunakan bahan bakar di situ, baik sampah maupun limbah pertanian.
Batubara Indonesia banyak, tapi mungkin yang persentase kalorinya rendah tidak ada yang mau beli. Padahal bisa jadi sumber energi yang baik jika bisa gasifikasi. Gas disalurkan ke pembangkit. Karena itu, kami punya teknologi yang namanya gas engine dengan ukuran yang bermacam-macam, misalnya 1 megawatt (MW) dan 5 MW.
Kesehatan juga penting bagi GE. Indeks daya saing global Indonesia di peringkat ke-50. Salah satunya karena skor kesehatan masyarakat belum tinggi. Hal ini terutama didorong kesehatan masyarakat pedesaan. Maka, kami bikin program kesehatan pedesaan. Kami punya teknologi misalnya, mesin ultrasonografi yang sebesar ponsel.
Peta persaingan?
Saat ini kompetisi selalu keras di mana pun kita berada karena kecepatan orang mengejar teknologi selalu cepat. Hubungan baik tidak lebih panjang dari teknologi. Kalau saya bisa ngopi bareng si X, enggak mungkin pihak lain tidak bisa melakukan hal yang sama. Bagi kami, itu adalah kompetitor baik. Yang membedakan, ada produk superior yang jangka waktu teknologinya dikejar cukup lama. Atau melakukan ko-kreasi, dengan duduk bareng bersama konsumer. Apa masalahmu, bagaimana kami bisa bantu.
Perbincangan dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar soal quantum leap Garuda sangat menarik. Akhirnya, tercapai kerja sama Garuda dengan GE Indonesia dengan nilai bisnis 1 miliar dollar AS. Hal serupa juga dilakukan GE Indonesia dengan PT KAI dan PT PLN.
Posisi GE Indonesia di peta global?
Indonesia masuk ke most of sexiest market GE saat ini. Hal ini karena kondisi Indonesia yang ekonominya tumbuh dengan jumlah penduduk yang mendukung.