Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usahawan Tangguh

Kompas.com - 08/10/2012, 07:26 WIB

KOMPAS.com - Hidup ini seperti roda berputar. ”Ada kalanya di atas, ada pula saatnya di tengah atau di bawah,” ujar seorang usahawan besar di Jakarta, Jumat (5/10/2012).

Ia bercerita, sebelum krisis tahun 1997-2000, ia memimpin sebuah megakorporat. Ada bank, properti, ritel, dan jasa.

Tiba-tiba datang badai ekonomi. Banyak usahawan Indonesia terempas, termasuk dia. Hampir semua usahanya menyurut nyaris ke titik nol. Banknya ditutup. Usaha propertinya hampir tanpa kegiatan. Perusahaan ritel dan jasa ia jual. Ia memilih berkonsentrasi pada hanya usaha properti, bisnis yang paling ia kuasai. Menurut pengalaman, fokus pada usaha inti akan menyelamatkan suatu usaha.

Selama ekonomi nasional limbung, ia bertekad tidak memecat karyawannya. Sebagai bekas ”orang susah”, usahawan yang kini berusia 61 tahun ini sadar betapa pahitnya nasib karyawan yang diputus hubungan kerjanya. Usahawan ini bertahan dengan apa yang dia miliki.

Namun, banyak karyawannya yang ”kasihan” melihat ikhtiarnya. Mereka keluar, satu per satu. Setiap karyawannya pamit, usahawan ini mati-matian menahan haru. Kerap beberapa anggota staf intinya melihat ia menangis di balik pintu. Hubungan majikan dan karyawan di perusahaan itu memang dekat.

Tak tahan dengan situasi ini, pengusaha tersebut menjual 80 persen aset pribadi. Ia mencairkan 70 persen depositonya dan menjual 80 persen simpanan emasnya. Dengan uang itu, ia membuka sejumlah unit usaha agar karyawan yang tersisa tidak pergi. Dari restoran, industri kreatif, hotel, biro perjalanan, sampai ke usaha jahit pakaian. Ia juga menemani para karyawan itu bekerja, hari demi hari. Ikhtiar ini berhasil menahan karyawannya.

Muncul titik balik. Para karyawan, yang melihat pemilik perusahaan baik hati, bertarung keras di semua lini bisnis. Semua usaha usahawan ini berhasil dan untung. Usaha propertinya pun perlahan bangkit kembali. Kini keadaan berubah, ibarat roda. Usaha propertinya berkelas dan membawa genre sendiri.

Di titik ini, tatkala ia dan karyawannya bisa menghela napas, ia mengajak semua karyawannya membiasakan diri menabung. ”Kalau mampu hidup dengan Rp 3 juta sebulan, hiduplah dengan Rp 3 juta kendati gaji kalian, sebutlah, Rp 18 juta. Sisanya tabung. Jangan sebentar-sebentar diambil. Ketika gaji kalian naik, misalnya menjadi Rp 30 juta, tetaplah hidup dengan Rp 3 juta itu. Namun uang yang dikumpulkan, jadikan uang yang membawa manfaat. Misalnya, membeli emas atau masukkan saja di bank sebagai deposito. Kelak kalian merasakan manfaatnya,” ujar pengusaha itu.

Ia menambahkan, tidak punya uang sungguh tak enak. Tidak saja kita susah memenuhi kebutuhan hidup, tetapi sebagian orang juga tidak ”memandang” kita. ”Saya mengalami ketika usaha saya di tubir jurang,” katanya.

Usahawan lain, yang bergerak di beberapa jenis industri, menuturkan hal senada. ”Ketika usaha kita tengah berkibar, semua mendekat. Namun ketika usaha kita redup, tidak ada yang mendekat, termasuk para pejabat.” ujarnya.

Pebisnis ini menyarankan semua usahawan untuk mandiri. Jangan pernah dekat pejabat. Profesional, bebas dari aroma fasilitas negara dan pejabat. Kalau mampu melakukannya, pasti akan menjadi usahawan tangguh. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com