Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INVESTASI

Indonesia Bukan Surga

Kompas.com - 09/10/2012, 07:46 WIB

KOMPAS.com - Iklan berjudul ”Invest in Indonesia” ada di halaman B7 harian The New York Times edisi 24 September 2012. Satu halaman penuh. Terdiri dari tiga artikel iklan, yakni ekonomi, rencana induk, dan pariwisata. Ada foto Jakarta dan kawah Gunung Rinjani.

Iklan itu memaparkan soal Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang akan meningkatkan produk domestik bruto menjadi 3,7 triliun-4,7 triliun dollar AS dan menjelaskan soal peringkat utang Indonesia versi Fitch dan Moody’s, yakni layak investasi.

Dirinci soal rencana induk pariwisata nasional yang akan mengembangkan 200 atraksi baru untuk wisatawan serta 80 lokasi strategis wisata nasional tahun 2025. Dijelaskan juga hasrat Indonesia meraih kunjungan 8 juta wisatawan tahun 2012, tumbuh 7,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Semua investor atau tamu yang hadir dalam Indonesia Investment Day yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di New York Stock Exchange, akhir September lalu, mendapat surat kabar itu. Ini ditambah beberapa informasi dalam bentuk buku tipis yang dijilid, yang memaparkan potensi ekonomi Indonesia dan pertumbuhannya saat ini.

Semua bahan promosi itu tentu bertujuan menarik investor ke Indonesia, yang lalu berinvestasi terutama dalam bentuk penanaman modal asing yang lebih stabil dan berjangka panjang ketimbang investasi portofolio di pasar modal yang gampang datang dan pergi.

Per triwulan II-2012, investasi langsung pada neraca pembayaran Indonesia sebesar 3,882 miliar dollar AS. Adapun investasi portofolio 3,789 miliar dollar AS.

Persoalannya, apakah Indonesia siap menerima kedatangan investor. Jangan malu untuk berkaca diri. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri dalam acara diskusi bersama ekonom penerima nobel Nouriel Roubini, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo di hadapan peserta diskusi menyebutkan bahwa ”Indonesia is not paradise”.

Indonesia bukan surga. Chatib berbesar hati mengakui, masih banyak masalah di Indonesia. Namun, ia menyatakan, BKPM siap membantu investor menghadapi dan mengatasi masalah yang dihadapi di Indonesia.

Masalah apa? Pasti dengan mudah akan ketemu. Sebagai contoh, biaya ”di bawah meja”, yang berarti biaya ekstra harus ditanggung investor di luar biaya resmi. Meski persentasenya diakui Chatib mulai turun, upaya untuk bersama-sama memerangi persoalan itu masih harus digalakkan.

Selain itu, persoalan infrastruktur yang juga tak kunjung teratasi. Berapa banyak waktu dibutuhkan untuk mengangkut hasil produksi dari Bekasi, Jawa Barat, ke Pulau Sumatera dengan feri menyeberangi Selat Sunda? Atau berapa kali listrik padam dalam setahun sehingga mengganggu proses produksi?

Persoalan itu terkesan sepele. Namun, jika tak diatasi, hal itu akan semakin berat, mengakibatkan efisiensi di Indonesia rendah. Pada akhirnya menghilangkan daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi.

Salah satu fakta, Bank Mandiri menyediakan dana pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 59,683 triliun per triwulan II-2012. Berapa yang terserap? Hanya Rp 36,256 triliun. Artinya, potensi yang ada di Indonesia belum tergarap dengan baik. Penyebabnya jelas, antara lain kepastian hukum dan pembebasan lahan, yang harus diselesaikan secepatnya.

Masalahnya nyata, tinggal mencari solusi dan eksekusinya. Pada akhirnya, Indonesia benar-benar akan jadi surga investasi. Iklan tadi tak akan sia-sia. (DEWI INDRIASTUTI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com