Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teh Wangi Indonesia

Kompas.com - 19/10/2012, 07:33 WIB

KOMPAS.com - Suara terompet kapal untuk ketiga kalinya terdengar sampai rumah penduduk di Makassar, Sulawesi Selatan, dalam radius 3 kilometer. Artinya, kapal samudra segera berlayar. Ini juga berarti kopi, teh, pala, lada, cengkeh, wijen, telur ikan terbang, dan rumput laut dari Indonesia timur bertolak ke Eropa, Timur Tengah, serta Amerika Serikat.

Sejak abad ke-15, para pelaut dan saudagar Eropa, misalnya dari Inggris, Belanda, dan Portugis, sudah mencium aroma wangi kopi dan teh negeri ini. Mereka juga tertarik pada pala, lada, cengkeh, bahkan cabe rawit. Mereka malah menjajah negeri kepulauan ini.

Akan tetapi sejak beberapa dekade ini, Indonesia justru menjadi penonton kehebatan sejumlah negara di bidang perkebunan teh, kopi, dan lada. Ekspor teh memang masih deras, tetapi tidak seheboh dulu. Total ekspor teh 112.500 ton, tetapi impor mencapai 24.000 ton. Dari hitungan Indonesia masih surplus. Namun, makin besarnya impor tampaknya aneh sebab Indonesia produsen teh yang subur.

Di panggung kopi, Indonesia juga merisaukan. Tahun 2011, total ekspor kopi 352.007 ton, turun 21 persen dari tahun 2010. Adapun produksi kopi tahun 2011 sebanyak 633.900 ton, turun 7 persen dari tahun 2010. Tahun 2012 produksi kopi bakal turun hingga 600.000 ton. Adapun impor kopi (biji kopi, kopi instan, dan kopi olahan) periode Januari-April 2012 sebanyak 38.799 ton. Periode yang sama tahun lalu hanya 27.505 ton.

Hal yang lebih dramatis, sejumlah negara, seperti Inggris, India, Pakistan, dan China, tidak saja berlari kencang dalam memproduksi teh, tetapi juga membangun nama besar. Di pasar-pasar dunia ramai dibahas teh Inggris, Sri Lanka, India, dan China. Telinga kita sangat akrab mendengar English breakfast atau English tea, Japanese tea, dan Oeloong cha. Jarang diperbincangkan di warung kopi atau di kafe-kafe menyangkut Indonesian tea atau Java tea.

Indonesia kalah dalam produksi yang turun dan impor yang naik. Dari segi nama, Indonesia juga kalah. Negeri ini punya teh wangi dan bermutu, tetapi tanpa nama. Tentu teh yang banyak disebut tadi bisa jadi sebagian diproduksi di Indonesia. Sayangnya, nama Indonesia tidak berbekas. Ini namanya ”ayam punya telur, sapi yang dapat nama” alias ”telur mata sapi”.

Kalau punya waktu, cobalah datang ke kafe-kafe di pelbagai kota besar di Indonesia. Berapa persen teh dan kopi dengan nama Indonesia? Tidak jelas, apakah para pembesar negeri ini terusik mendengar nama-nama teh dan kopi berbau asing.

Ini memang terkesan sepele. Masalahnya, kita dari eksportir murni berubah jadi importir kopi dan teh. Banyak penyebab penurunan ini, di antaranya optimalisasi lahan yang belum tercapai dan berkurangnya minat dan areal tanam kopi dan teh.

Kapal samudra masih berlayar, tetapi harum wangi teh dan kopi hanya tercium sejenak. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com