Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Blok Mahakam Harus Dikelola Bangsa Sendiri

Kompas.com - 20/10/2012, 19:07 WIB
Suhartono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Blok Mahakam, salah satu ladang gas alam terbesar di Indonesia, yang rata-rata produksinya mencapai sekitar 2.200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), harus dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri. Pengelolaan blok ini tak boleh diserahkan kembali ke tangan asing, yaitu Perancis, kalau pun kontraknya habis.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur dan Staf IRESS (Indonesian Resources Studies) Marwan Batubara dan Muhammad Hatta Taliwang, Sabtu (20/10/2012) di Jakarta.

IRESS bersama tokoh-tokoh masyarakat, aktivis, mahasiswa, buruh dan lainnya, menuntut pengelolaan Blok Mahakam ke tangan bangsa sendiri. Tuntutan itu disampaikan dalam petisi rakyat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu lalu dalam sebuah aksi damai di depan Istana Merdeka, Jakarta.

"Sesuai UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, jika kontrak minyak dan gas alam berakhir, pengelolaannya seharusnya diserahkan kepada BUMN. Apalagi hal ini sesuai amanat konstitusi dan kepentingan strategis nasional serta kedaulatan energi kita," ujar Marwan.

Blok Mahakam memiliki cadangan sekitar 27 triliun kaki kubik (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 perseb (13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi.

Hasilnya dalam bentuk pendapatan kotor sekitar 100 miliar dollar AS. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf.

Dengan harga gas yang terus naik, Blok Mahakam berpotensi mempunyai pendapatan kotor senilai 187 miliar dollar AS atau 12,5 x 1012 x 1000 BTU x 15/106 BTU) atau sekitar Rp 1.700 triliun.

Menurut Hatta, Pertamina sebenarnya ingin dan menyatakan kesanggupannya berkali-kali untuk mengelola Blok Mahakam sejak 2008 hingga sekarang. Namun, Kepala BP Migas R Priyono dan Wakil Menteri ESDM Prof Rudi Rubiandini mendukung Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) tetap menjadi operator Blok Mahakam.

"Ini merupakan bentuk penghianatan terhadap amanat Pasal 33 UUD 1945 karena cenderung memperkokoh penjajahan asing terhadap bumi pertiwi Indonesia," jelas Hatta.

Dalam catatan Kompas, Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation pada 31 Maret 1967, beberapa minggu setelah Soeharto dilantik menjadi Presiden RI ke-2. Kontrak berlaku selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997.

Namun, beberapa bulan sebelum Soeharto lengser, kontrak Mahakam telah diperpanjang selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 31 Maret 2017.

Karena besarnya cadangan tersisa, pihak asing telah mengajukan kembali perpanjangan kontrak. Perdana Menteri Prancis Francois Fillon telah meminta perpanjangan kontrak Blok Mahakam saat berkunjung ke Jakarta Juli 2011. Selain itu, Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq juga telah meminta perpanjangan kontrak saat kunjungan Jero Wacik di Paris, 23 Juli 2012.

Hal yang sama disampaikan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wakil Presiden Boediono dan Presiden Yudhoyono pada 14 September 2012.

Padahal, sesuai UU Migas No 22/2001, jika kontrak migas berakhir, pengelolaan seharusnya diserahkan kepada BUMN. Apalagi hal ini sesuai amanat konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com