Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Audit BPK ke PLN Salah Alamat?

Kompas.com - 22/10/2012, 14:57 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merugikan keuangan negara sebesar Rp 37 triliun. Dugaan tersebut salah alamat?

"Pak Dahlan harus memberikan pernyataan di sini sehingga kesannya tidak ada nuansa menyudutkan dan bisa dijelaskan dalam rapat terbuka. Soalnya, ini ada dugaan banyak sekali kerugian," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon di Jakarta, Senin (22/10/2012).

Menurut Effendi, berdasarkan temuan BPK tersebut, PLN saat ini memiliki biaya pokok penjualan listrik sangat mahal sehingga negara dipaksa untuk memberi subsidi besar-besaran.

Nantinya, verifikasi ini juga akan dilakukan ke Kementerian BUMN, BP Migas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan beberapa instansi terkait yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Sekadar catatan, Menteri BUMN Dahlan Iskan menilai, Badan Pemeriksa Keuangan salah alamat dalam mempertanyakan penggunaan energi primer pembangkit listrik pada 2011 yang merugikan negara sebesar Rp 37 triliun. Seharusnya, hal ini disampaikan BPK kepada BP Migas selaku otoritas pengatur gas nasional.

Dahlan menuturkan, yang dimaksud dengan penyimpangan biaya listrik yang dilakukan oleh PLN memang terjadi di instansi yang dipimpinnya saat itu. Namun, hal tersebut disebabkan niat awal PLN yang semula ingin melakukan penghematan anggaran produksi listrik dengan mengganti bahan bakar dari minyak menggunakan gas. Namun, rupanya, pemasok gas nasional sama sekali tidak melakukan hal tersebut.

Karena itu, sebut Dahlan, PLN terpaksa kembali menggunakan BBM sebagai bahan baku produksi listrik. "Tentu niat berhemat dengan menggunakan gas tidak tercapai dan PLN justru harus menambah biaya produksi lagi karena kembali membakar BBM," ungkap Dahlan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/10/2012).

Menurut Dahlan, jika pada saat itu PLN mendapatkan pasokan gas, biaya produksi bisa lebih efisien hingga Rp 90 triliun. "Karena waktu itu PLN tidak mendapatkan pasokan gas, biaya produksinya menjadi boros atau tinggi sekian triliun alias over budget. Akan tetapi, PLN tetap harus memproduksi listrik," ujarnya.

Pada periode tersebut, Dahlan menjabat Direktur Utama PT PLN (Persero). Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), menurut anggota Komisi VII DPR Effendi Simbolon, BPK menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 37 triliun atas penggunaan energi primer pembangkit listrik PLN pada 2011. Dia menjelaskan, seharusnya PLN menggunakan mix energy primer sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Whats New
Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Whats New
Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Whats New
Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Whats New
Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Whats New
Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Whats New
Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, Kemenkop-UKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, Kemenkop-UKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Whats New
Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Whats New
Nasabah Bank Jago Bertambah 3 Juta Setiap Tahun

Nasabah Bank Jago Bertambah 3 Juta Setiap Tahun

Whats New
RUPST MPXL Sepakati Pembagian Dividen dan Tambah Komisaris

RUPST MPXL Sepakati Pembagian Dividen dan Tambah Komisaris

Whats New
KAI Properti Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Cek Posisi dan Syaratnya

KAI Properti Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com