Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga BBM Jadi Kunci Atasi Persoalan

Kompas.com - 24/10/2012, 07:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi merupakan kunci untuk mengatasi berbagai persoalan yang telah menekan daya saing ekonomi Indonesia. Tanpa ada kenaikan harga BBM, upaya pembatasan konsumsi dan program konversi energi juga percuma.

Pandangan yang mendorong adanya keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi diutarakan setelah pemerintah dan DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (23/10/2012), menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2013.

Dalam RAPBN 2013 dengan total belanja Rp 1.683 triliun, dana untuk subsidi BBM tahun 2013 mencapai Rp 193,8 triliun. Nilai ini lebih kecil daripada pagu tahun ini, Rp 216,77 triliun. Padahal, kuota konsumsi BBM naik dari tahun ini 43,5 juta kiloliter menjadi 46,01 juta kiloliter tahun 2013.

Perhitungan subsidi BBM yang turun ini bisa terjadi karena asumsi harga jual minyak Indonesia (ICP) turun dari 105 dollar AS per barrel tahun 2012 menjadi 100 dollar AS per barrel tahun 2013.

Dalam pendapat akhir semua fraksi dalam Rapat Paripurna DPR, tidak satu fraksi pun yang eksplisit mendorong pemerintah agar menekan subsidi BBM dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi. Fraksi PDI-P yang diwakili Aria Bima bahkan menolak Pasal 8 Ayat 10 RUU APBN 2013 yang memungkinkan pemerintah suatu waktu bisa menaikkan harga BBM bersubsidi.

Kewenangan menaikkan harga BBM bersubsidi tahun 2013 berada di tangan pemerintah. Pasal 8 Ayat 10 RUU APBN 2013 menyebutkan, belanja subsidi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro dan atau perubahan parameter subsidi berdasarkan kemampuan keuangan negara.

Fraksi PDI-P ingin mencabut pasal tersebut karena tidak jelas. Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang diwakili Ecky Awal Mucharam menginterpretasikan pasal itu bahwa pemerintah tetap harus meminta persetujuan DPR untuk menaikkan harga BBM karena menyangkut perubahan postur anggaran.

Berbagai pandangan ekonom, gubernur, dan pengusaha dari sejumlah daerah menegaskan agar dana subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan infrastruktur. Kenaikan harga BBM merupakan langkah paling rasional untuk menghemat subsidi BBM.

Efek panjang

Pengamat ekonomi Faisal Basri, di Jakarta, Selasa, menyatakan, stagnasi harga BBM bersubsidi berarti semakin murahnya harga BBM bersubsidi dari tahun ke tahun. Disparitas harga yang makin lebar antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi akan menimbulkan berbagai persoalan yang kian menekan daya perekonomian Indonesia.

Jika disparitas harga semakin lebar, ujar Faisal, pertumbuhan konsumsi BBM bersubsidi akan semakin pesat pula. Sementara produksi minyak mentah turun dan lifting minyak tak pernah tercapai.

Kombinasi keduanya, menurut dia, akan mendorong impor minyak bumi yang makin besar. Ujung-ujungnya, neraca transaksi berjalan akan terus defisit, cadangan devisa tergerus, dan nilai tukar rupiah akan melorot. Efek ekonominya akan menjadi semakin panjang.

”Tak ada opsi lain kecuali menaikkan harga. Semua program, semua upaya di luar menaikkan harga BBM bersubsidi akan menimbulkan efek yang lebih mahal ketimbang menaikkan harga BBM bersubsidi itu sendiri,” kata Faisal.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono berpendapat, tak ada pilihan lain kecuali menaikkan harga BBM bersubsidi secara rasional. Jika tidak, itu sama saja dengan menunda persoalan yang semakin lama akan semakin berat.

”Harus direm. Semua ada batasnya. Tidak mungkin dituruti terus. Saya kira, pemerintah harus berani menaikkan. Bukan dalam rangka menyiksa rakyat. Tapi, jika tidak dilakukan, akan terjadi akumulasi masalah di kemudian hari. Cepat atau lambat akan meledak,” lanjutnya.

Subsidi energi yang terus menggelembung, menurut Tony, akan berakumulasi pada gembosnya daya stimulus APBN. Ujung- ujungnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun-tahun mendatang bisa terjun bebas menjadi 3-4 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan 6,3-6,5 persen.

”Daya serap tenaga kerja akan sedikit sehingga angka pengangguran meledak. Kemudian, infrastruktur juga akan semakin buruk dan investor akhirnya tak mau datang. Ini akan jadi lingkaran setan,” kata Tony.

Harga minyak tak rasional

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyatakan, kemungkinan asumsi ICP meleset masuk akal. Ini disebabkan volatilitas harga minyak dunia begitu tinggi dan tidak rasional.

Mahendra berpendapat, harga minyak dunia tidak lagi hanya dibentuk oleh realitas penawaran dan permintaan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh psikologi dan spekulasi pasar. Hal ini menjadi semakin rumit di tengah krisis perekonomian global yang penuh ketidakpastian.

Dari hasil pertemuan dengan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Tokyo, Jepang, pekan lalu, menurut Mahendra, proyeksi perekonomian global masih belum akan berubah menuju perbaikan dalam waktu dekat.

Dalam kondisi serba tidak pasti, lanjutnya, pemerintah akan mencermati perkembangan realisasi ICP dari waktu ke waktu untuk mengukur apakah asumsi bisa dipertahankan atau tidak. Kalau realisasi ICP selama periode tertentu melampaui asumsi, penyesuaian perlu dilakukan.

Menurut Mahendra, caranya ada dua langkah. Pertama, menarik utang baru untuk menutup pembengkakan subsidi dengan konsekuensi defisit melebar. Ini tidak direkomendasikan karena menyerang kredibilitas APBN.

Kedua, menaikkan harga BBM bersubsidi yang, menurut dia, lebih rasional dan tidak mengganggu APBN. Namun, kebijakan yang memiliki sensitivitas politik tinggi ini memerlukan dukungan berbagai pihak.

”Dari segi politik, kalau ini (menaikkan harga BBM bersubsidi) memang keputusan semua pemangku kepentingan termasuk media dan masyarakat merasa sudah saatnya kita mulai penyelesaian yang menyeluruh, kita lihatlah. Karena ini keputusan politik, memang semua pemangku kepentingan harus bicara. Jangan diserahkan sama pemerintah dan DPR saja,” kata Mahendra.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menyatakan, konsumsi energi berlangsung setiap hari tanpa didasari perencanaan jangka panjang. Ini disebabkan pemerintah belum mempunyai konsep ketahanan energi nasional.

Konversi yang ramai dilontarkan berbagai pihak selama ini, menurut Bambang, sebatas wacana yang tak jelas realisasinya. Kalaupun ada yang jalan, efek mengerem konsumsi BBM bersubsidi amat minim. Inilah yang terjadi pada program sejumlah kementerian yang jalan sendiri- sendiri.

”Kalau BBM Rp 4.500 per liter, sementara yang ini mau gas, yang ini mau listrik, begitu berhadapan dengan kenyataan harganya di atas Rp 4.500, bubar semua. Secara bisnis enggak masuk. Enggak ada insentif untuk kita pindah ke energi lain kalau harga BBM masih Rp 4.500,” kata Bambang. (LAS/BEN)

Baca Artikel Lain Mengenai Perekonomian Indonesia di Topik EKONOMI RI TETAP MELAJU

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

    Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

    Whats New
    Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

    Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

    Whats New
    Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

    Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

    Whats New
    Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

    Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

    Whats New
    Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

    Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

    Whats New
    Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

    Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

    Whats New
    IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

    IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

    Whats New
    Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

    Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

    Whats New
    Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

    Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

    Whats New
    Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

    Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

    Whats New
    Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

    Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

    Whats New
    Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

    Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

    Earn Smart
    Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

    Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

    Whats New
    Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

    Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

    Whats New
    Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

    Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com