Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Konflik Dua Raksasa Asia...

Kompas.com - 25/10/2012, 07:56 WIB
Anastasia Joice

Penulis

oleh : Apressyanti Senthaury

KOMPAS.com - Kabut gelap yang membayangi tahun 2012 nampaknya masih akan berlanjut hingga periode-periode mendatang. Ini bukanlah hal yang berlebihan, tapi memang sinyalemen problem yang membayangi perekonomian global jelas terpampang nyata dan terus membuat resah para pelaku pasar. Baik itu kemelut krisis utang Eropa yang berkepanjangan, persoalan ekonomi yang menimpa Amerika, sampai dengan yang terparah, yakni indikasi terganggunya pemulihan ekonomi global.

Apalagi, sinyal persoalan politik di benua Asia menyeruak ke permukaan. Bukan tidak mungkin, konflik antara China dan Jepang itu akan semakin memperburuk situasi keamanan perdagangan internasional hingga berpeluang kian memperlambat pemuliah ekonomi dunia.

Beban perekonomian global bertambah
Kambing hitam masalah yang melanda perekonomian global bisa jadi siapa saja. Misalnya dari masalah surat utang pemerintah yang telah menghantam Eropa atau tepatnya Yunani pada beberapa tahun silam. Masalah di negeri dewa-dewi itu pun kini telah menjangkiti negara-negara zona euro lainnya. Bahkan, Jerman selaku negara terbesar zona euro EZ juga tak terelakkan ikut dibuat kerepotan demi amankan perekonomian kawasan Eropa tersebut.

Indikasi kian kompleksnya masalah krisis Eropa pun diperkirakan masih akan menjadi pantauan ketat para investor di segenap penjuru dunia. Terutama, dengan mengemukanya pertanda bahwa Slovenia bakal menjadi korban krisis utang zona euro yang berikutnya. Padahal, Irlandia, Portugal, Spanyol dan Siprus belum terlepas dari belenggu persoalan utang kawasan. Bisa dibayangkan, betapa rumit dan kompleksnya penyelesaian yang harus ditempuh oleh para petinggi negara-negara di dunia, khususnya di zona euro.

Memang, berbagai solusi telah berupaya digulirkan. Entah oleh para petinggi Eropa, maupun usulan yang datangnya dari pimpinan negara berkembang di Asia dalam berbagai ajang pertemuan internasional. Semua pihak berusaha untuk ikut andil dalam rangka penyelamatan ekonomi pasar global. Karena, dampak negatif yang berpeluang membahayakan pasar global memunculkan ketakutan bagi semua negara.

Lihat saja, keputusan Federal Reserve yang telah menggelontorkan quantitative easing tahap ketiga (QE3) di bulan September silam. Target utama bank sentral pimpinan Ben Bernanke itu adalah mengurangi kompleksitas masalah ekonomi AS sekaligus memberikan sentimen positif bagi pasar global. Sama halnya dengan rilis Outright Monetary Program oleh Bank Sentral Eropa (ECB) berikut dukungan konstitusi Jerman terkait dana Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM) untuk menyelesaikan masalah utang di zona euro.

Aksi dua bank sentral utama dunia itu sempat memicu optimisme pasar. Namun, hal itu keliahatannya belum kuasa menandingi kuatnya efek negatif yang mengelilingi perekonomian global saat ini. Terbukti dengan pergerakan aset berimbal hasil tinggi yang masih cenderung fluktuatif.

Peran penting China dan Jepang
Apabila mencermati pertentangan antara dua negara penting di Asia ini, pastilah banyak yang menyayangkan terjadinya konflik teritori yang berpeluang mengancam stabilitas pasar dunia.

Bagaimana tidak, berpenduduk lebih dari 1,3 miliar jiwa, China merupakan salah pasar sumber daya manusia terbesar dunia. Bahkan, bagi negara-negara yang berorientasi pada kegiatan ekspor, negara pimpinan Perdana Menter Wen Jiabao itu juga menjanjikan pasar yang atraktif. Oleh karena itulah, naik-turun kondisi ekonomi negara berbentuk komunis pastilah ikut menjadi fokus perhatian pemain global.

Kendati, berbagai persoalan ekonomi dunia mau tak mau turut membebani perekonomian negara yang berbatasan langsung dengan Mongolia, Laut China dan Laut Kuning itu. Kondisi itu ditunjukkan dengan maraknya kembali pemangkasan perkiraan pertumbuhan ekonomi global oleh lembaga/institusi internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Hingga China, Jepang atau pun negara-negara lain pun tak luput terkena imbasnya. Hal ini pun akan menjadi sinyal kewaspadaan buat pasar global dan cenderung membayangi optimisme pelaku pasar.

Sementara Jepang, pun tak kalah pentingnya dengan China. Negara pimpinan Perdana Menteri Yoshihiko Noda itu terbukti mampu mengungguli negara-negara lain, terutama di bidang teknologi maupun industri. Bahkan, bukti kemakmuran dan kemajuan negara matahari terbit itu telah diakui banyak pihak. Termasuk, bidang pertanian, perikanan dan peternakan, serta industri sejak bertahun-tahun silam.

Kendati, dampak bencana dahsyat pada Maret setahun silam telah membebani perekonomian Negeri Sakura. Beban pun kian bertambah seiring kabut gelap yang masih menyelimuti pasar Eropa & Amerika.

Kecemasan partisipan pasar Asia pun meningkat bersamaan dengan indikasi konflik antara China dan Jepang, yang ditengarai telah berlangsung jauh sebelum pecah Perang Dunia II. Hubungan kerja sama perekonomian antara keduanya pun potensi terancam serta mengancam stabilitas kawasan Asia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com