Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Kenaikan TDL 15 Persen, Tidak Rasional

Kompas.com - 31/10/2012, 07:16 WIB
Didik Purwanto

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen tahun depan masih dianggap tidak rasional. Pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menjelaskan TDL sebenarnya tidak perlu dinaikkan, tapi hanya perlu dirasionalkan.

"Sebenarnya dengan kenaikan TDL sebesar 20 persen pun, orang masih bisa membayar listrik. Jadi kenaikan 15 persen ini masih tidak rasional," kata Fabby dalam workshop "Rasionalisasi Tarif Listrik Menuju Subsidi Tepat Sasaran" di Hotel Harris Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/10/2012).

Menurut Fabby, dengan kenaikan TDL 20 persen untuk 450 VA saja hanya naik sekitar Rp 6.000-7.000. Sementara untuk 900 VA diperkirakan hanya naik Rp 10.000. Dari dua jenis pelanggan PLN di kelas bawah ini sebenarnya masih bisa dilakukan kenaikan TDL.

Meski demikian, pemerintah justru mengecualikan kedua jenis pelanggan PLN ini karena dianggap sebagai masyarakat yang kurang mampu.

Menurut Fabby, definisi kurang mampu ini masih rancu. Apalagi masyarakat dengan daya 450 VA dan 900 VA ini ternyata juga memiliki televisi atau alat elektronik lainnya. Sehingga kemampuan untuk membayar listriknya masih tinggi.

"Padahal jika melihat 30 km saja dari Jakarta, ke pinggiran Tangerang, atau ke Nusa Tenggara Timur dan Barat, di sana malah tidak ada listrik sama sekali. Apakah itu seharusnya tidak dikatakan lebih miskin atau kurang mampu? Mana keadilan yang didengungkan selama ini," katanya.

Dengan kondisi seperti itu, maka pemerintah seharusnya melihat kembali siapa saja yang berhak menerima subsidi listrik dan siapa saja yang dilarang menerima subsidi.

Rumah tangga atau perkantoran dengan daya listrik di atas 2.200 VA, khususnya 3.500 VA-5.500 VA dan 6.600 VA, maka golongan pelanggan tersebut memang tidak layak mendapat subsidi listrik.

"Sebenarnya yang layak mendapat subsidi listrik itu adalah masyarakat yang belum memiliki listrik. Apalagi rasio elektrifikasi Indonesia masih rendah. Di Papua dan Nusa Tenggara itu masih rendah. Bahkan ada yang masih 35 persen," jelasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com