Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pemborosan PLN

Kompas.com - 01/11/2012, 08:22 WIB

KOMPAS.com - Ketidakhadiran Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan memenuhi panggilan dari Komisi VII DPR sempat membuat heboh. Rapat pun tertunda. Padahal, rapat itu untuk menindaklanjuti laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan soal inefisiensi dalam PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) pada tahun 2009 dan 2010. Pemborosan itu saat Dahlan Iskan menjadi pemimpin PLN.

Dalam paparan BPK, terjadi inefisiensi dalam pengelolaan sektor hulu listrik hingga Rp 37 triliun. Pemborosan itu akibat PLN gagal memperoleh pasokan gas yang lebih murah dari bahan bakar minyak (BBM). Dalam kontrak gas antara PLN dan penyedia gas, tak ada sanksi tegas ketika pemasok tak dapat memenuhi gas ke perusahaan negara itu. PLN juga gagal membangun pembangkit baru berbahan bakar gas.

Pembengkakan anggaran merupakan kebijakan sadar PLN. Pasokan gas yang habis di beberapa pembangkit listrik PLN membuat manajemen mengucurkan tambahan dana membeli BBM. Di pembangkit Muara Tawar, misalnya, saat itu gas berkurang 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sebab, pemerintah ingin gas lebih banyak untuk industri.

Akibatnya, krisis ketersediaan listrik di beberapa daerah. Solusi sesaat berupa penyediaan ribuan genset. Hal ini memicu konsumsi BBM. Pengoperasian genset dipilih PLN untuk target bebas pemadaman listrik nasional dan tambah pelanggan.

Persoalan inefisiensi PLN akibat kekurangan pasokan gas sebenarnya telah lama terjadi. Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) memaparkan, struktur industri pasar gas domestik yang tidak sehat turut memicu krisis ketersediaan.

Di sisi produksi, struktur industri gas nasional didominasi perusahaan migas multinasional (kontraktor kerja sama). Sebagian hasil produksi gas diekspor berbentuk LNG dan lewat pipa. Semuanya lantaran terikat komitmen jangka panjang jauh sebelum kebutuhan gas domestik besar seperti saat ini.

Sejauh ini penyediaan infrastruktur gas, baik jaringan pipa maupun fasilitas penerima LNG, berjalan lamban. Jika diproduksikan berbentuk LNG, investasi besar diperlukan. Pendanaannya harus dijamin kontrak jangka panjang, kontrak ekspor.

Di sisi konsumsi, porsi terbesar gas alam Indonesia diekspor dalam bentuk LNG, yakni 42,3 persen, sementara 10,2 persen diekspor melalui pipa. Dalam pemenuhan kebutuhan gas di dalam negeri, saat ini pemerintah memprioritaskan pemanfaatan gas untuk peningkatan produksi minyak, kemudian untuk sektor pupuk, kelistrikan, dan industri pengguna gas.

Atas dasar itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, dan PLN harus segera menindaklanjuti sejumlah rekomendasi BPK itu. Perlu membenahi tata niaga gas dan memenuhi kebutuhan pasokan gas bagi pembangkit. (EVY RACHMAWATI)

Baca juga:
Dahlan Bongkar Rahasia Kerugian PLN

Rugikan Negara Rp 37,6 Triliun, Ini Penjelasan Bos PLN

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

    Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

    Whats New
    Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

    Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

    Whats New
    Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

    Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

    Whats New
    Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

    Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

    Whats New
    Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

    Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

    Whats New
    Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

    Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

    Whats New
    Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

    Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

    Whats New
    Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

    Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

    Work Smart
    Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

    Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

    Whats New
    Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

    Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

    Whats New
    Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

    Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

    Whats New
    Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

    Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

    Whats New
    Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

    Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

    Whats New
    KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

    KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

    Whats New
    Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

    Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com