Demikian pendapat analis kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo, Ketua Komisi Nasional Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz di Jakarta serta anggota Komisi I DPR Effendi Choirie yang dihubungi di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/11). Tiga polisi memerkosa SM (25), TKI asal Batang, Jawa Tengah, setelah menahan SM karena tidak memiliki dokumen.
”Ini momentum kita untuk membongkar kelakuan buruk aparat Malaysia yang eksploitatif terhadap buruh migran. Pemerintah bisa memanfaatkan kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB Navy Pillay ke Indonesia minggu ini dan pertemuan ASEAN di Kamboja minggu depan untuk menggalang dukungan internasional,” kata Wahyu.
Migrant Care mengungkapkan, Polis Diraja Malaysia (PDRM) tahun 2007-2012 menembak mati 151 TKI yang proses hukumnya tidak jelas sampai sekarang. Menurut Effendi, saat mengunjungi TKI sektor konstruksi di Selangor, Malaysia, dia menerima pengaduan TKI kerap diperas PDRM seusai gajian.
”Saya minta mereka mencatat semua kronologi kejadian, mengumpulkan, dan melaporkan kepada KBRI untuk menjadi dasar nota protes kepada Pemerintah Malaysia. Kasus dengan kenakalan aparat sepertinya sudah masif terjadi,” kata Effendi.
Pemerintah harus menjadikan UU Nomor 6 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya sebagai modal diplomasi memperjuangkan hak TKI. Diplomasi regional dijalankan untuk menggalang dukungan Filipina, Kamboja, dan Vietnam yang mengirim buruh migran ke Malaysia.
Indonesia menempatkan sedikitnya 6,5 juta TKI di luar negeri, yang mengirim sedikitnya Rp 70 triliun ke kampung halaman. Sedikitnya 2,5 juta TKI bekerja di Malaysia dan sebagian tidak berdokumen.
Sementara Komnas Perempuan mendorong kerja sama Komnas Hak Asasi Manusia, Komnas Perempuan, dan Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (Suhakam/Komnas HAM Malaysia) agar bersama-sama mendorong Pemerintah Malaysia menjamin perlindungan perempuan TKI selayaknya sebagai negara tetangga dan anggota ASEAN.
Secara terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar memerintahkan satuan tugas bersama tenaga kerja Pemerintah Indonesia dan Malaysia di Jakarta serta Kuala Lumpur untuk segera berapat dan mengevaluasi kasus-kasus yang terjadi.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan bahwa masalah dokumen bukan fokus utama persoalan. ”Pemerkosaan adalah pemerkosaan. Mau punya paspor satu atau tidak punya atau punya sepuluh (paspor), pemerkosaan tetap tindakan kejahatan berat. Tidak ada yang bisa mengurangi. Untuk itu, pelaku harus diadili seberat-beratnya,” tutur Marty.
Sementara itu Konsul Jenderal Malaysia di Medan Ahmad Rozian Abd Ghani mengatakan, Pemerintah Malaysia berjanji menindak tegas pelaku pemerkosaan terhadap tenaga kerja wanita Indonesia. Tiga polisi yang menjadi tersangka terancam penjara selama 20 tahun.