Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus TKI Langgar Hak Asasi

Kompas.com - 13/11/2012, 02:39 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah jangan mereduksi pemerkosaan tenaga kerja Indonesia oleh tiga polisi di Pulau Penang, Malaysia, sebagai tindak pidana biasa. Pemerintah harus memprotes Pemerintah Malaysia dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Demikian pendapat analis kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo, Ketua Komisi Nasional Perempuan Yuniyanti Chuzaifah, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz di Jakarta serta anggota Komisi I DPR Effendi Choirie yang dihubungi di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/11). Tiga polisi memerkosa SM (25), TKI asal Batang, Jawa Tengah, setelah menahan SM karena tidak memiliki dokumen.

”Ini momentum kita untuk membongkar kelakuan buruk aparat Malaysia yang eksploitatif terhadap buruh migran. Pemerintah bisa memanfaatkan kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB Navy Pillay ke Indonesia minggu ini dan pertemuan ASEAN di Kamboja minggu depan untuk menggalang dukungan internasional,” kata Wahyu.

Migrant Care mengungkapkan, Polis Diraja Malaysia (PDRM) tahun 2007-2012 menembak mati 151 TKI yang proses hukumnya tidak jelas sampai sekarang. Menurut Effendi, saat mengunjungi TKI sektor konstruksi di Selangor, Malaysia, dia menerima pengaduan TKI kerap diperas PDRM seusai gajian.

”Saya minta mereka mencatat semua kronologi kejadian, mengumpulkan, dan melaporkan kepada KBRI untuk menjadi dasar nota protes kepada Pemerintah Malaysia. Kasus dengan kenakalan aparat sepertinya sudah masif terjadi,” kata Effendi.

Pemerintah harus menjadikan UU Nomor 6 Tahun 2012 tentang Ratifikasi Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya sebagai modal diplomasi memperjuangkan hak TKI. Diplomasi regional dijalankan untuk menggalang dukungan Filipina, Kamboja, dan Vietnam yang mengirim buruh migran ke Malaysia.

Indonesia menempatkan sedikitnya 6,5 juta TKI di luar negeri, yang mengirim sedikitnya Rp 70 triliun ke kampung halaman. Sedikitnya 2,5 juta TKI bekerja di Malaysia dan sebagian tidak berdokumen.

Sementara Komnas Perempuan mendorong kerja sama Komnas Hak Asasi Manusia, Komnas Perempuan, dan Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (Suhakam/Komnas HAM Malaysia) agar bersama-sama mendorong Pemerintah Malaysia menjamin perlindungan perempuan TKI selayaknya sebagai negara tetangga dan anggota ASEAN.

Secara terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar memerintahkan satuan tugas bersama tenaga kerja Pemerintah Indonesia dan Malaysia di Jakarta serta Kuala Lumpur untuk segera berapat dan mengevaluasi kasus-kasus yang terjadi.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan bahwa masalah dokumen bukan fokus utama persoalan. ”Pemerkosaan adalah pemerkosaan. Mau punya paspor satu atau tidak punya atau punya sepuluh (paspor), pemerkosaan tetap tindakan kejahatan berat. Tidak ada yang bisa mengurangi. Untuk itu, pelaku harus diadili seberat-beratnya,” tutur Marty.

Sementara itu Konsul Jenderal Malaysia di Medan Ahmad Rozian Abd Ghani mengatakan, Pemerintah Malaysia berjanji menindak tegas pelaku pemerkosaan terhadap tenaga kerja wanita Indonesia. Tiga polisi yang menjadi tersangka terancam penjara selama 20 tahun.

(HAM/GRE/LOK/ETA/MHF/NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com