Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oase di "Kegersangan" Rumah Adat Belitung

Kompas.com - 09/12/2012, 08:26 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Ketika rumah panggung nan besar yang merupakan rumah adat khas Belitung sudah tak ada lagi, sebuah replika rumah panggung yang khusus didirikan oleh pemerintah setempat, menjadi oase di tengah kegersangan rumah budaya di pulau ini. Memang, rumah panggung sederhana yang kecil kadang masih bisa ditemukan.

Namun, sebagian besar sudah dimodifikasi nuansa modern. Sementara, rumah adat yang besar yang keseluruhannya terbuat dari kayu dan tanpa sekat-sekat, sudah tidak ada. Menurut Yayat, pengelola Rumah Adat Belitung, rumah panggung terakhir di Belitung adalah sebuah rumah panggong Tuan Kuase.

Rumah panggong, merupakan sebutan khas masyarakat Belitung untuk rumah panggung. Sebelum munculnya perumahan orang Belanda yang bekerja di Billiton Maatschapij, perusahaan tambang timah milik kolonial Belanda, yang berada kota Tanjung Pandan, Tuan Kuase tinggal di sebuah rumah panggong.

Tuan Kuase adalah sebuan penduduk setempat untuk Kepala Administrator, kepala di perusahaan tambang milik Belanda tersebut. Di dalam Rumah Adat Belitung, terdapat foto rumah panggong bekas kediaman Hoofdadministrateur (Kepala Administrator) di tahun 1860.

Rumah panggung inilah yang menjadi prototipe Rumah Adat Belitung. Rumah Adat Belitung berada di pinggir Jalan Ahmad Yani. Sangat mudah menemukan rumah ini, karena bentuknya yang besar dan megah, tambahan warna cokelat kayu, begitu mencolok di antara bangunan lainnya.

Bisa dibilang rumah ini masih baru, sebab diresmikan di tahun 2009. Penduduk setempat juga biasa menyebutnya “ruma gede” atau rumah yang besar. Ada banyak keunikan dari rumah adat ini. Masyarakat Belitung yang tampaknya menyukai hal-hal yang berjumlah ganjil.

Mari berhitung jumlah apa pun di rumah ini, pasti ganjil. Coba hitung jumlah jendela, lalu jumlah anak tangga, bahkan jumlah tiang rumah. Di dalam, pengunjung bisa melihat kamar pengantin yang tak ditutup sekat dinding melainkan hanya kelambu.

Di bagian depannya, ada patung mengenakan pakaian adat untuk pengantin. Pengunjung juga bisa mengenakan pakaian adat untuk difoto. Pakaian ini disebut “Pakaian Kancing Lima”.  Di bagian belakang adalah dapur. Di sini ada beberapa perlengkapan berkebun dan perkakas tradisional lainnya.

Di rumah ini, pengunjung juga bisa menikmati makan siang secara tradisional khas masyarakat Belitung. Makan secara bersama-sama ini disebut makan bagawa dengan aturan-aturan yang unik untuk diikuti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com