Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelanggaran Hak Buruh Migran Masih Tinggi

Kompas.com - 13/12/2012, 19:32 WIB
Try Harijono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kasus pelanggaran hak yang dialami buruh migran Indonesia hingga pertengahan 2012 masih terbilang tinggi. Tercatat 6.849 kasus pelanggaran hak yang meliputi gaji tak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, pekerjaan tak sesuai perjanjian, pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, serta larangan berkomunikasi oleh majikan. Pemerintah didesak merespon cepat kasus-kasus tersebut dan memperkuat perlindungan terhadap buruh migran.

Demikian terungkap dalam diskusi catatan tahunan bertajuk "Menggugat Tanggung Jawab Negara atas Terus Berlanjutnya Kekerasan dan Pelanggaran Hak Buruh Migran Perempuan", Kamis (13/12/2012) di Jakarta. Hadir sebagai narasumber adalah Kepala Divisi Migrasi, Traficking, dan HIV/AIDS pada Solidaritas Perempuan, organisasi yang mengadvokasi hak-gak buruh migran perempuan, Thaufiek Zulbahary, Ketua Solidaritas Buruh Migran Karawang Dadang Mochtar, dan Hikmah binti Asim, mantan buruh migran yang pernah bekerja di Arab Saudi.

Dari beberapa kasus yang dialami buruh migran Indonesia di tempat mereka bekerja, kasus tertinggi adalah PHK secara sepihak sebanyak 4.003 kasus hingga pertengahan 2012. "Data ini kami dapat dari Gedung Pendataan Kepulangan Terminal Selapajang, Bandara Soekarno Hatta," ujar Thaufiek.

Setelah kasus PHK secara sepihak, berturut-turut adalah kasus penganiayaan oleh majikan (924 kasus), gaji tidak dibayar (867 kasus), pelecehan seksual (633 kasus), pekerjaan tidak sesuai perjanjian (329 kasus), dan larangan berkomunikasi ke dunia luar (93 kasus). Dari ribuan kasus yang menimpa buruh migran tersebut, sebagian besar atau diperkirakan hingga 70 persen menimpa buruh migran perempuan.

Masih mengutip dari sumber data yang sama, untuk tahun 2010 dan 2011, kasus PHK sepihak mencapai 22.123 dan 11.804 kasus, penganiayaan oleh majikan 4.336 dan 2.137 kasus, gaji tidak dibayar 2.874 dan 1.723 kasus, pelecehan seksual 2.978 dan 2.186 kasus, pekerjaan tidak sesuai perjanjian 989 dan 744 kasus, serta larangan berkomunikasi dengan dunia luar 534 dan 415 kasus.

Hikmah (37), mantan buruh migran di Arab Saudi asal Serang, Jawa Barat, menyatakan hingga hari ini gaji yang menjadi haknya selama 17 bulan sejumlah Rp 34 juta belum dibayar sang majikan. Ia bekerja sejak awal 2009 dan kembali ke Tanah Air pada September 2012 karena bermasalah dengan keluarga majikan. Ia tidak tahu harus kemana menuntut haknya tersebut.

"Saya dituduh majikan telah memasukkan seorang laki-laki ke dalam rumah. Padahal, saya tak melakukannya dan tuduhan itu tak terbukti. Sejak tuduhan itu, gaji saya tak dibayar dan saya memilih pulang ke Indonesia daripada bekerja tapi tak digaji," tutur Hikmah.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam mengatakan, penempatan buruh migran masih berlangsung tanpa jaminan perlindungan. Para buruh migran, terutama perempuan, kerap berada dalam situasi kerja yang buruk, mulai dari pelecehan seksual, kekerasan, hingga gaji yang tak dibayar.

"Meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, tak semua buruh migran merasa terbantu dan terlindungi. Pemerintah harus lebih cepat merespon semua permasalahan yang menjerat buruh migran Indonesia," kata Wahidah.

Sementara itu, Dadang menilai bahwa tidak banyaknya pilihan bekerja di dalam negeri membuat masyarakat memilih sebagai buruh migran meski tanpa kepastian perlidungan. Selain itu, faktor rendahnya kualitas sumberdaya buruh migran membuat para buruh migran rentan terhadap pelanggaran hak-hak mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com