Jakarta, Kompas
Ketua Asosiasi Eksportir Produk Gandum, Kacang-kacangan, dan Minyak Sayur Turki, Turgay Unlu, di Jakarta, Jumat (18/1) mengatakan, sudah membawa kasus tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
”Alasan pengamanan perdagangan Indonesia itu tidak mendasar. Tidak satu pun alasan yang diajukan memenuhi ketentuan yang dipersyaratan WTO,” katanya.
Turgay memaparkan, menurut ketentuan WTO, negara anggota hanya dapat memberlakukan tindakan pengaman apabila memenuhi empat persyaratan.
Pertama, terjadi peningkatan impor yang cukup tajam. Kedua, terdapat bukti bahwa telah terjadi kerugian terhadap industri domestik secara keseluruhan atau ancaman kerugian serius. Ketiga, terdapat hubungan sebab-akibat antara peningkatan impor dengan kerugian serius atau ancaman kerugian serius. Keempat, timbulnya perkembangan tak terduga.
”Sayangnya, tidak satu pun dari persyaratan ini yang terpenuhi oleh investigasi tersebut,” kata Turgay.
Turgay mengatakan, pada masa lalu, kasus yang sama pernah dibawa ke WTO. Pemohon petisi menyatakan bahwa terjadi peningkatan impor dan meminta diberlakukannya pengamanan. Namun, seperti data yang diajukan, tidak ada peningkatan tajam impor untuk mendukung tindakan pengamanan. Oleh karena itu, WTO memutuskan bahwa tindakan pengamanan (safeguard) tidak dapat dilaksanakan.
Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Bahrul Chairi mengatakan, KPPI masih menyelidiki tindakan pengamanan untuk terigu impor. Selama proses penyelidikan berlangsung, pemerintah telah menetapkan bea masuk tambahan sementara sebesar 20 persen. Selama ini terigu impor dikenai bea masuk sebesar 5 persen.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan dukungannya atas tindakan penyelidikan tersebut. Menurut Gita, tindakan tersebut adalah bagian dari upaya untuk melindungi industri di dalam negeri.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.