Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mangkir Dipanggil DPR, Dahlan Pilih Ngurus Sapi

Kompas.com - 21/01/2013, 16:11 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah empat kali tidak memenuhi panggilan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (21/1/2013). Dahlan justru memilih untuk mengunjungi program integrasi sapi dan sorgum di Makassar.

Pemanggilan Dahlan ini masih terkait dengan pembahasan masalah inefisiensi PT PLN yang mencapai Rp 37,6 triliun saat Dahlan menjadi direktur utama perusahaan listrik pelat merah itu.

"Sapi sekarang menjadi bisnis yang penting. Saya lebih mengoptimalkan pengembangan bisnis sapi agar Indonesia mengurangi impor sapinya," kata Dahlan saat dihubungi Kompas.com dari Jakarta, Senin (21/1/2013).

Kunjungan Dahlan ini dalam rangka program Berdikari Integrated Farming. Program ini meliputi pembangunan ketahanan pangan melalui program integrasi peternakan sapi dan sorgum. Pengembangan program ini dilakukan di Bila River Ranch, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Program ini melibatkan 400 peternak dan 800 petani dengan luas lahan sorgum 3.200 ha, 2.000 ha jagung, dan 400 ha rumput gajah.

"Program ini merupakan kerja sama antara Universitas Hasanuddin Makassar, Institut Pertanian Bogor, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII, dan PTPN XIV," tambahnya.

Berdikari integrated farm adalah sistem peternakan sapi yang terpadu antara sapi betina produktif, anakan 6.000 sapi dan makanan dari hijau-hijauan dan konsentrat yang bekerja sama dengan para petani. Ke depan, penghijauan ini juga akan dipanen dari sorgum. "Berdikari sekarang pada fokus pengembangan sapi, tidak lagi bisnis mebel dan asuransi," katanya.

Sekadar catatan, Pemerintah Indonesia saat ini masih berupaya melakukan impor daging sapi, khususnya dari Australia. Ini untuk mencukupi kebutuhan daging sapi dalam negeri.

Padahal, peternakan sapi di dalam negeri masih banyak, tetapi belum banyak dikembangkan. Di Tanah Air, distribusi sapi ini masih terhambat karena biaya distribusinya mahal, apalagi bila harus menggunakan kapal laut. Di sisi lain, distribusi ini terhambat karena gelombang air laut sedang tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com