Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Regulasi Rokok Negara Lain

Kompas.com - 01/02/2013, 17:20 WIB
Ichwan Susanto,
Irwan Julianto

Tim Redaksi

oleh Ichwan Susanto dan Irwan Julianto

Tingginya tingkat konsumsi rokok di suatu negara berkorelasi dengan longgar atau ketatnya regulasi terhadap rokok. Hingga tahun 2009, Indonesia menempati peringkat keempat di dunia dalam konsumsi rokok setelah China, Amerika Serikat, dan Rusia. Namun, kini Indonesia menyodok ke peringkat ketiga untuk konsumsi rokok terbanyak di dunia setelah China dan India.

Bagaimana regulasi soal rokok di negara-negara lain mulai dari yang paling longgar hingga yang paling ketat?

China
Sebagai negara dengan penduduk terbesar di dunia mencapai lebih dari 1,3 miliar jiwa, China menjadi produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia. Melalui perusahaan monopoli yang dibentuk negara pada tahun 1991 melalui UU Monopoli Tembakau, China National Tobacco Corporation (CNTC) menguasai 98 persen pasar rokok di China yang menghasilkan lebih dari 2,1 triliun batang rokok (2008).

Ditaksir sekitar sepertiga penduduk dewasa di China adalah perokok. Laki-laki dewasa 53 persen (bandingkan dengan Indonesia yang mencapai 67 persen) dan perempuan 2 persen.

Cukai rokok di China sangat rendah sehingga rokok dijual murah. Harga rokok 7-10 yuan atau dengan kurs 1 yuan setara Rp 1.400 harganya Rp 9.800-Rp 14.000 per kemasan. Hampir sama dengan di Indonesia. Nilai cukai 30-40 persen dari harga rokok.

Meski telah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (FCTC) pada 11 Oktober 2005, China masih belum memiliki regulasi secara nasional untuk mengendalikan konsumsi rokok warganya. Pengendalian rokok terbagi pada lintas sektor, seperti UU Periklanan Tahun 1994 yang melarang iklan rokok pada film, televisi, radio, koran, dan majalah. Untuk iklan luar ruang pengaturannya diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing.

Dalam soal pengemasan, pada tahun 2008 China mengaturnya, tetapi dapat dikatakan terlalu longgar, bahkan Indonesia jauh lebih baik. Peringatan kesehatan pada kemasan yang luasannya 30 persen hanya berbentuk teks.

Industri rokok dilarang menggunakan kata-kata menyesatkan seperti mild atau low tar. Kementerian Kesehatan China melarang merokok di 28 lokasi ruang dalam (indoor), seperti tempat belajar, kafe internet, angkutan umum, ruang tunggu di bandara, dan pesawat.

India
Dibandingkan China dan Indonesia, India sebenarnya jauh lebih maju dalam regulasi rokok. Ini berkat keberanian politis Menteri Kesehatan Dr Anbumani Ramadoss.

Ia berani mengambil risiko dimusuhi industri rokok dan petani tembakau karena sejak Oktober 2008 melarang rokok diiklankan dan dipromosikan di media massa, media luar ruang, ataupun menjadi sponsor olahraga dan pergelaran musik. Ketika Kompas mengunjungi India pada tahun 2009 memang tak terlihat satu pun baliho iklan rokok di jalanan India. Sungguh kontras dengan situasi di Indonesia.

India telah meratifikasi FCTC pada 5 Februari 2004. Lebih dari 275 juta perokok di India atau sepertiga penduduk dewasanya mengonsumsi tembakau. Prevalensi laki-laki perokok 48 persen dan perempuan 20 persen.

Produk tembakau yang mendominasi di India adalah semacam rokok lintingan yang dibungkus daun tendu yang dikeringkan, khas India yang biasa disebut bidi. Oleh produsennya, bidi diberi perasa menarik seperti vanila, cokelat, stroberi, atau mangga.

Cukai rokok masih rendah sekitar 40 persen dan cukai bidi sekitar 9 persen. Harga bidi di India sangat murah, sekitar 4 rupee atau Rp 700 per pak berisi 10-12 batang dengan nilai kurs 1 rupee setara Rp 180. Harga rokok sekitar 20 rupee atau Rp 3.600 per pak.

Bidi menguasai 48 persen pasar tembakau, tembakau kunyah 38 persen, dan rokok 14 persen. The Imperial Tobacco Company Group menguasai 58 persen pasar rokok di India, Philip Morris International 12 persen, dan Golden Tobacco Ltd 11 persen.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penjelasan DHL soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Penjelasan DHL soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Stok Lampu Bisa Langka gara-gara Implementasi Permendag 36/2023

Stok Lampu Bisa Langka gara-gara Implementasi Permendag 36/2023

Whats New
IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

Whats New
Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Whats New
Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Whats New
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Whats New
Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Whats New
Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com