Jakarta, Kompas -
Demikian ditegaskan Ketua Komisi IV DPR RI Romahurmuziy dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, di Jakarta, Rabu (13/2). Undang-Undang Pangan telah mengamanatkan komoditas pangan harus bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Perlakuan khusus bagi kapal pukat cincin 1.000 gros ton (GT) yang beroperasi tunggal untuk menangkap ikan di perairan lebih dari 100 mil, dan melakukan alih muatan ikan untuk diangkut ke luar negeri tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI.
”Kami menyerukan ke Menteri Kelautan dan Perikanan untuk meninjau ulang aturan ini,” ujar Romahurmuziy.
Ia menambahkan, selama lima tahun terakhir industri pengolahan ikan domestik terus menurun, bahkan terpaksa tutup akibat kesulitan bahan baku. Di tengah masalah ini, sepatutnya pemerintah mengupayakan sumber daya ikan didaratkan di dalam negeri agar diolah, bernilai tambah, dan menyerap lapangan kerja.
Pengaturan yang melepaskan kapal 1.000 GT untuk memasok ikan ke luar negeri tanpa ada kewajiban untuk memasok kebutuhan domestik mengisyaratkan kebijakan yang neoliberalistik. Ketentuan itu juga memukul upaya Indonesia lepas dari penghasil produk primer.
Kepala Bidang Hukum dan Organisasi Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Muhammad Billahmar mengemukakan, pelaku usaha yang dilibatkan dalam perumusan Permen-KP 30/2012 tidak pernah mendapat informasi terkait ketentuan yang mengistimewakan kapal 1.000 GT.
Ia menduga aturan itu diselipkan. Ironisnya, ketentuan itu lahir ketika Indonesia belum mempunyai kapal berbobot 1.000 GT. Sebanyak 99 persen kapal ikan Indonesia merupakan kapal kecil dengan bobot di bawah 60 GT.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.