Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanzania, Surga Para Petualang Safari

Kompas.com - 15/02/2013, 10:11 WIB

Pukul 6 pagi keesokan hari, matahari pagi pun mulai terbit dan sinarnya segera menghangatkan sisa-sisa dingin membeku semalam di perkemahan ini – yang kurang lebih mengingatkan pada dinginnya Pegunungan Bromo. Setelah sarapan pagi kami pun segera bergegas melanjutkan perjalanan turun ke lembah.

Kawah Ngorongoro -- merupakan Keajaiban Dunia ke-8 versi para petualang safari -- terletak pada ketinggian 2.236 meter di atas permukaan laut dan merupakan kaldera utuh terbesar di dunia dari puncak gunung berapi yang runtuh. Diameternya mencapai 19,2 kilometer dengan luas permukaan 304 km persegi. Dinding kawah memiliki ketinggian 610 meter dan tampak kokoh membentang membentuk perlindungan bagi ribuan hewan liar yang hidup di dalamnya.

Ketika kami mulai masuk ke dalam wilayah lembah, selain melihat kawanan zebra, gajah, rusa antelope yang tengah merumput, kami juga melihat permukaan Danau Magadi, danau asin yang berada di dasar lembah dipenuhi burung-burung flaminggo berwarna merah muda.

Kami mengakhiri perjalanan di lembah Ngorongoro dengan beristirahat makan siang di kawasan yang masih berada di dalam lembah bernama Ngoitoktok Spring. Di sana kami melihat kawanan kuda-kuda nil yang tengah berendam di dalam sungai.

Gregori melarang kami untuk makan siang di luar mobil, karena terlalu berbahaya. Kuda Nil dapat naik ke darat menyerang dan burung Black Kite  dapat menukik turun mematuk makanan yang ada di tangan kita (besar risiko tangan kita ikut terpatuk dan terluka).

Namun kami diizinkan untuk keluar dari mobil dan berfoto ria di padang rumput di dekat pintu keluar Lembah Kawah Ngorongoro sebelum kami melanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Danau Manyara dimana kami akan melakukan petualangan safari dengan berjalan kaki menyusuri areal danau.

Taman Nasional Danau Manyara

Setelah beristirahat semalam di perkemahan Panorama, kami melanjutkan perjalanan safari terakhir kami di Taman Nasional Danau Manyara. Di wilayah ini kita dapat dengan mudah melihat panorama The Great Rift Valley yang menawan.

The Great Rift Valley atau Lembah Celah Besar adalah sebuah fitur geografi dan geologi yang merobek benua Afrika menjadi dua bagian, terbentang sepanjang kurang lebih 6.000 kilometer dari Suriah utara hingga Mozambik di Afrika Timur. Nama lembah ini diberikan oleh seorang pengelana bernama John Walter Gregory.

Lembah Celah Besar juga merupakan sumber beberapa fosil yang telah membantu penelitian mengenai evolusi manusia. Dataran tinggi yang semakin cepat tergerus telah menyebabkan lembah ini dipenuhi sedimen, sehingga tercipta lingkungan yang mampu melestarikan sisa-sisa peninggalan sejarah dengan baik.

Tulang-tulang beberapa nenek moyang hominid manusia modern telah ditemukan di sana, termasuk "Lucy", berupa tulang-belulang Australopithecine berusia lebih dari 3 juta tahun.

Perjalanan kami sendiri menuju wilayah danau dimulai dengan berjalan kaki dari Desa Mto Wa Mbu (Desa Sungai Nyamuk). Kami melintasi rimbunnya pohon-pohon akasia berbatang kuning.

Juma pemandu khusus di wilayah ini  menjelaskan bahwa warna batang pohon inilah yang menjadi asal mula istilah Yellow Fever, karena banyak orang konon terserang demam setelah melewati pohon ini. Pohon Akasia Kuning memang banyak tumbuh di wilayah yang banyak tergenang air sehingga menjadi tempat favorit para nyamuk nakal penyebab demam.

Setelah berjalan kaki kurang lebih 15 menit melewati rimbunan pohon, tibalah kami di padang luas yang gersang merangas. Saat musim hujan padang luas ini merupakan bagian Danau Manyara, salah satu danau asin yang terletak di dasar Lembah Celah Besar. Di atas retak-retak tanah terpatri banyak jejak kaki hewan seperti jejak kaki kuda nil, badak, kerbau dan burung flaminggo.

Kami terus berjalan hingga ke bagian danau Manyara yang masih menyisakan air di musim kemarau, dan tampak sekelompok besar burung-burung flaminggo sedang bercengkerama di permukaan danau -- seolah mengucap selamat datang sekaligus selamat tinggal -- sebelum kami harus kembali ke Kota Arusha mengakhiri petualangan safari yang menakjubkan ini. (Kristina Budiati, saat ini bertempat tinggal di Zanzibar, Afrika Timur)

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com