Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemahaman Masih Rendah

Kompas.com - 23/02/2013, 03:01 WIB

Wacana redenominasi rupiah telah digulirkan oleh Bank Indonesia sejak 2010. Pada Januari lalu, bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia secara resmi menyosialisasikan tahapan redenominasi sehingga enam tahun ke depan Indonesia dapat menggunakan rupiah dengan nominasi baru.

Turki merupakan salah satu negara yang dalam waktu tujuh tahun berhasil meredenominasi mata uangnya. Begitu pula dengan Brasil yang membutuhkan waktu selama delapan tahun. Namun, sejumlah negara lain seperti Rusia, Argentina, Zimbabwe, dan Korea Utara, gagal melakukan upaya yang sama.

Keberhasilan redenominasi menuntut sejumlah persyaratan kondisi. Kondisi tersebut antara lain stabilitas makroekonomi sebelum, saat, dan sesudah redenominasi diterapkan, aturan hukum yang melandasinya, dan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat setelah sosialisasi dilakukan menyeluruh.

Terkait soal sosialisasi, sejauh ini masyarakat perkotaan kita sudah cukup melek dengan rencana redenominasi. Hasil survei melalui telepon yang dilakukan Litbang Kompas awal Februari 2013 lalu menunjukkan lebih dari separuh responden (64 persen) sudah mengetahui tentang rencana pemerintah yang akan melakukan redenominasi rupiah.

Akan tetapi, pengetahuan tersebut baru sebatas pada definisi (89 persen), bahwa redenominasi adalah upaya menyederhanakan nominal rupiah dengan mengurangi tiga angka nol. Publik yang disurvei belum memahami betul hal apa yang melandasi perlunya dilakukan redenominasi dan apa dampak dan manfaatnya bagi kehidupan riil masyarakat.

Sosialisasi yang intensif dan menyeluruh diperlukan agar redenominasi tidak disamakan dengan sanering. Sanering tidak sama dengan redenominasi. Sanering adalah pemotongan nilai uang terhadap harga barang yang bisa berakibat menurunnya daya beli masyarakat.

Sosialisasi diperlukan juga agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Sebagian besar responden (57 persen) saat ini belum melihat kesiapan pemerintah mengantisipasi dampak redenominasi ini. Terutama pada pelaku pasar (spekulan) yang akan memanfaatkan kebijakan ini untuk menaikkan harga sejumlah barang kebutuhan pokok sehingga berakibat pada inflasi tinggi.

Keraguan akan kesiapan ini kemudian memicu pendapat responden bahwa redenominasi rupiah tidak perlu dilakukan saat ini (52 persen). Namun, terdapat 48 persen responden yang menyatakan perlu dilakukan redenominasi pada saat ini. Hal ini bisa dimaklumi juga karena kondisi makroekonomi kita dalam beberapa tahun belakangan cukup stabil dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada kisaran 6 persen.

Pengetahuan yang masih sederhana yang dimiliki publik terkait redenominasi ini perlu terus ditingkatkan agar pemahaman tidak sepotong-sepotong. Masih terbuka lebar peluang untuk meyakinkan masyarakat mengenai keberhasilan program ini karena pada dasarnya masyarakat di beberapa tempat dan kesempatan sudah melakukan transaksi dengan teknik redenominasi.

Bedanya, redenominasi yang sudah berlangsung baru sebatas ucapan dengan menghilangkan tiga bilangan nol di belakang, belum diwujudkan secara fisik dengan nilai mata uang. Sosialisasi menjadi penentu kesiapan dan penerimaan masyarakat, karena sesungguhnya masyarakat terbuka terhadap perubahan. (BUDIAWAN SIDIK A/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com