”Saya tekankan ini adalah peluang. Kita akan memberikan cara bagaimana supaya mereka (pengusaha kapal) efisien dan mau investasi. Ini tidak akan mengganggu nelayan kecil,” ujar Sharif kepada wartawan seusai diskusi perbankan di Jakarta, Kamis (21/2) malam.
Menurut Sharif, kapal ikan nasional saat ini belum bisa menjangkau ikan sampai ke laut lepas, karena rata-rata kapal itu berkapasitas di bawah 100 gros ton (GT). ”Kapal pukat cincin 1.000 GT memang belum ada di Indonesia, tapi nanti akan ada investor. Kita memberi peluang dulu untuk investasi, ada atau tidak ada (investasi) itu masalah lain,” ujarnya.
Sharif menambahkan, hasil tangkapan ikan dapat diangkut ke luar negeri untuk kepentingan efisiensi biaya operasional dan mendorong perusahaan besar untuk berinvestasi. Terkait itu, Sharif meminta Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan berkerja sama dengan Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan, serta menyusun perjanjian bilateral guna memastikan ikan yang didaratkan di negara tersebut jelas asal-usulnya.
Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan pengusaha kapal pukat cincin 1.000 GT untuk mendaratkan hasil tangkapannya di dalam negeri jika operasinya dinilai lebih efisien.
Sebelumnya, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Romahurmuziy menyerukan Sharif meninjau ulang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30/2012 yang memberikan perlakuan khusus bagi kapal pukat cincin 1.000 GT yang beroperasi tunggal untuk menangkap ikan di perairan lebih dari 100 mil, melakukan alih muatan ikan untuk diangkut ke luar negeri. Romahurmuziy menilai kebijakan itu neoliberalistik di tengah merosotnya industri pengolahan domestik akibat kurang bahan baku.
Sharif berpendapat, industri pengolahan ikan dalam negeri selama ini sudah berjalan. Izin kapal pukat cincin 1.000 GT tidak banyak sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap industri pengolahan ikan dalam negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia Herwindo meragukan pemerintah menegakkan aturan dan menindak pelanggar. Alat sistem monitoring kapal kerap dimatikan sehingga pergerakan kapal tidak terdeteksi.