Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi Ilegal Mengancam

Kompas.com - 04/03/2013, 07:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi, terutama di daerah-daerah tertentu, membuat aksi penipuan investasi atau investasi ilegal meningkat. Pelaku kejahatan menyadari di daerah itu lahir banyak orang kaya baru yang biasanya bingung menginvestasikan uangnya.

Banyak kasus penipuan investasi ditemukan di daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang baik. ”Kasus seperti pada Raihan Jewellery dan Global Traders Indonesia Syariah (GTIS) banyak terjadi di Surabaya, Jakarta, Medan, dan beberapa kota besar yang secara ekonomi tumbuh produktif,” ujar Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul R Sempurnajaya, di Jakarta, pekan lalu.

Kasus investasi ini terungkap pekan lalu, saat empat nasabah Raihan Jewellery di Surabaya melaporkan pemilik perusahaan itu kepada polisi atas dugaan penipuan. Salah satu pelapor berinisial AML (46) mengaku rugi hingga Rp 850 juta. Dia pada Juli 2012 menginvestasikan Rp 1,8 miliar untuk membeli 2,7 kilogram emas batangan.

AML dijanjikan hasil 2,5 persen per bulan dan modalnya akan dikembalikan dalam tempo enam bulan. Namun, sejak Desember 2012, imbal hasil tak dibayar lagi. Raihan Jewellery diperkirakan menghimpun Rp 13,2 triliun dana nasabah untuk total 2,2 ton emas.

Menurut Syahrul, sepertinya pelaku sudah memetakan daerah sasaran, yang mereka anggap potensial. ”Perputaran uang dalam investasi bodong atau ilegal cukup besar meski kami belum pernah menghitungnya,” katanya.

Seperti diungkapkan di media, sedikitnya dana masyarakat yang dijebak dalam investasi ini mencapai Rp 45 triliun. Dana investasi ini antara lain berupa investasi emas, valuta asing, dan agrobisnis.

Menurut Syahrul, banyaknya warga kelas menengah di daerah dengan ekonomi produktif seharusnya dihiraukan oleh lembaga investasi, baik perbankan maupun non-bank. ”Kalau tidak dihiraukan, akhirnya ini dibidik oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan kedok lembaga investasi resmi, dengan iming-iming imbal hasil yang menggiurkan,” paparnya.

Pengamat ekonomi, Bustanul Arifin, yang dihubungi kemarin, juga mengakui ada potensi dana besar di masyarakat. Ia sepakat dengan dugaan asal-usul dana besar itu salah satunya dari hasil pertambangan batu bara. Dana dari perkebunan kelapa sawit juga mungkin ada, tetapi jumlahnya lebih kecil. Ia lebih mencatat ada kemungkinan dana dari transaksi jual beli yang tidak tercatat.

”Jika ingin menghitung transaksi yang tercatat, lihat dari potensi penerimaan pajak. Jika seharusnya besar, tapi ternyata kecil, maka di situ ada transaksi tidak tercatat. Dari sini kemudian bisa muncul transaksi ilegal. Jalan keluarnya, mereka masuk ke pemburu rente dan juga investasi ilegal,” katanya.

Untuk itu, ujar Bustanul, pemerintah harus memikirkan jalan keluar investasi yang legal dengan memberikan kepastian hukum dan informasi investasi yang memadai.

Menurut ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, susah untuk memperoleh angka pasti dana masyarakat yang beredar dan menunggu diinvestasikan. Namun, likuiditas yang berlimpah tercermin dari pertumbuhan investasi di luar dana pihak ketiga, yaitu dalam bentuk reksa dana, obligasi, atau saham. ”Juga yang masuk dalam investasi bodong yang saat ini menjadi masalah,” kata Destry.

Secara teoretis, pendapatan digunakan untuk konsumsi dan simpanan. Saat ini, potensi simpanan (tabungan bank) sekitar 54 persen. Padahal, beberapa tahun sebelumnya 60 persen. ”Inilah potensi simpanan di masyarakat,” kata Destry.

Modal surat izin

Syahrul menambahkan, penipuan investasi dilakukan perusahaan dengan hanya bermodalkan surat izin usaha perdagangan atau berbadan hukum koperasi. Mereka menjaring dana masyarakat lewat berbagai cara. Ada yang melalui sistem agen, atau ada yang secara daring (online) melalui internet.

”Untuk online biasanya berupa online trading forex. Kami sudah minta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir situs-situs penawaran investasi yang tidak jelas. Online trading tersebut sebagian besar berasal dari luar negeri,” ujarnya.

Syahrul menjelaskan, model Raihan Jewellery dan GTIS menjadi evolusi terbaru. Mereka tawarkan penjualan emas dengan harga lebih tinggi daripada harga emas, tetapi ditambah dengan bonus tetap bulanan yang nilainya menggiurkan. Di GTIS, misalnya, dengan membeli emas 100 gram seharga Rp 71,8 juta, peserta akan mendapatkan bonus bulanan Rp 1,436 juta per bulan. Ada juga model pembelian mobil dengan menambahkan modal 25-50 persen dari harga mobil. Angsuran leasing dibayar oleh pihak perusahaan dan setelah lunas modal kembali 100 persen.

Online trading
biasanya dilakukan melalui transaksi elektronik. Setelah dana nasabah terjaring banyak, situs pengelola investasi biasanya tidak bisa diakses lagi dan uang nasabah tidak terlacak lagi. Potensi perputaran uang, baik berupa kontrak emas maupun forex melalui situs web asing, ditaksir Bappebti mencapai Rp 500 miliar.

Modus lainnya adalah penawaran lewat kegiatan trading academy. Kegiatan promosi dikemas dalam bentuk kursus trading. ”Banyak selebaran dan iklan yang menawarkan trading academy. Kegiatannya dikemas semacam kursus yang berminat pada bisnis trading, tetapi ujung-ujungnya adalah penawaran investasi yang tidak masuk akal,” papar Syahrul.

Syahrul menambahkan, salah satu pilihan investasi adalah kontrak berjangka komoditas. Ada 16 pialang dan 15 pedagang di bursa berjangka komoditas. Kontrak berjangka menawarkan margin dengan nilai bergantung pada kejelian dan analisis investor. Perputaran uang dalam kontrak berjangka per tahun mencapai 7,87 triliun dollar AS.

Menurut Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta Bihar Sakti Wibowo, kasus investasi bodong sebenarnya sudah sering terjadi. Sudah banyak warga yang menjadi korban. Namun, warga tidak pernah mau belajar dari pengalaman tersebut. Kasus penipuan investasi masih saja terjadi karena iming-iming imbal hasil yang menggiurkan.

Pengamat pasar modal, Adler Manurung, di Jakarta, menegaskan, tidak ada yang bisa memastikan tingkat pengembalian dalam hal investasi kecuali dalam bentuk simpanan di bank. Jaminan yang dapat diberikan kepada investor adalah reputasi dan itikad baik lembaga penawar investasi.

”Investasi mempunyai konsep yakni investor harus menanggung risiko. Tingkat pengembalian tinggi bila ada lembaga yang menjaminnya, sehingga reputasi dan itikad baik lembaga tersebut dijadikan sebagai jaminan,” kata Adler, berkaitan dengan terungkapnya investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi hingga 5 persen per bulan, tetapi ujung-ujungnya bermasalah dan disinyalir sebagai investasi bodong.

Adler mengatakan, investor harus selalu berhati-hati melakukan investasi. Jika ingin berinvestasi dengan tingkat pengembalian tinggi, investor harus mau menanggung risiko tinggi. ”Biasanya ada tempatnya, yaitu bursa, baik bursa saham maupun komoditas, bursa ini diatur melalui peraturan pemerintah,” ujar Adler.(MAR/ENY/IAM/NWO/ENY/DEN/ILO/ETA/BEN/IDR/K07)

Ikuti perkembangnya di Topik Waspada Investasi Bodong

Baca juga:
Tergiur Imbal Hasil Fantastis
Ini Daftar Investasi Bodong yang Sudah Makan Korban
Hati-hati Perangkap Investasi Bodong

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com