Hal tersebut dia katakan pada Jumat (29/3) di hadapan para pegawai negeri Siprus. ”Kita tidak akan meninggalkan, saya tegaskan, tidak akan keluar dari euro. Kita tidak akan, saya tegaskan, tidak akan membahayakan masa depan negara kita dengan eksperimen berbahaya,” ungkap Nicos Anastasiades.
Penegasan itu sekaligus menyindir komentar ketua kelompok menteri keuangan zona euro, Menteri Keuangan Belanda
Menkeu Belanda ini secara implisit menyatakan, kasus Siprus adalah sebuah eksperimen tentang pola likuidasi di euro alias pola penutupan bank-bank bangkrut.
Selama ini kebangkrutan bank-bank di zona euro diatasi dengan pemberian dana talangan. Namun, ada kekhawatiran bahwa pemberian dana talangan akan memberatkan semua negara anggota zona euro.
Sebelum ini para pemilik saham bank dan deposito juga relatif tidak dituntut merelakan kehilangan dana. Akan tetapi, di Siprus yang berpenduduk 1,09 juta jiwa, kebijakan itu pertama kali dilakukan.
Pola penyelamatan Siprus berbeda dari pola penyelamatan negara-negara lain di zona euro. Untuk pertama kali, para penabung di bank harus menanggung beban.
Kasus Siprus agak unik. Kekayaan bank di negara itu tujuh kali lipat dari nilai produk domestik bruto (PDB) Siprus. Nilai PDB Siprus kini sekitar 24 miliar dollar AS. Demikian pula beban kerugian perbankan Siprus, tujuh kali lipat dari kemampuan pemerintah.
Salah satu anggota Dewan Direksi Bank Sentral Eropa (ECB), Klaas Knot, yang juga warga Belanda, menyatakan bahwa penelaahan Dijsselbloem agak salah.
”Isi pernyataannya memang merupakan bagian dari sebuah pendekatan yang telah dibicarakan di zona euro,” kata Knot sebagaimana dikutip harian Belanda, Het Financieele Dagblad.