Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Solar Sulit, Nasib Sopir Terimpit

Kompas.com - 25/04/2013, 02:44 WIB

Hilangnya” solar bersubsidi membuat beban sopir angkutan umum dan barang semakin berat. Mereka seperti mendapat hantaman dari depan dan belakang, mulai frustrasi karena tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Sopir angkutan barang, seperti Jayus (48), dalam tiga hari terakhir hanya bisa nongkrong di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Truknya yang bermuatan produk ikan dalam kemasan kaleng terparkir dalam antrean panjang menunggu solar di SPBU Desa Genteng Wetan, Banyuwangi, Jawa Timur.

Rabu (24/4) siang, Jayus baru mendapat kabar dari salah seorang petugas SPBU, kiriman solar masuk. Jayus kemudian bergegas ke truknya untuk bersiap mengantre solar. Dua puluh lima tahun menjadi sopir, menurut Jayus, baru kali ini dia terpaksa menginap demi mendapatkan solar.

Dengan tertundanya perjalanan truk, beban biaya perjalanan, seperti uang makan, rokok, dan biaya pengamanan tidak resmi, akan bertambah. Otomatis pendapatan bersih kian menipis. Perjalanan dari Banyuwangi-Jakarta dalam kondisi normal bisa ditempuh empat hari. Dengan situasi ini, Jayus tidak bisa memprediksi kapan bisa sampai Jakarta.

Apalagi, pihak SPBU membatasi pembelian solar hanya Rp 100.000 atau 22,5 liter. Itu berarti dalam jarak 154 kilometer ke depan, truk harus berhenti lagi untuk isi solar dan masuk dalam antrean panjang lagi.

Nasib sama dialami Chayum Maris (40), sopir truk pengangkut sayur di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. ”Total sudah 10 kali saya tidur menginap bergantian dengan kernet di SPBU. Kalau tidak begitu, pasti tidak mendapat solar untuk bekal bekerja besok,” kata Chayum.

Ia mengatakan harus antre hingga enam jam. Konsekuensinya, ia terpaksa mengurangi waktu istirahat di rumah. Biasanya dia bisa istirahat di rumah paling lama pukul 21.00 kini sering kali baru tidur nyenyak pukul 03.00. Enam jam kemudian, ia harus bekerja lagi mengantar sayur dari Wonosobo ke Temanggung.

”Sebulan terakhir, lebih sering berhenti di jalan karena tidak kuat menahan kantuk. Kalau sudah begitu, saya sering kena marah karena datang tidak tepat waktu. Biasanya Wonosobo-Temanggung bisa ditempuh satu jam, tetapi sekarang sampai dua jam,” katanya.

Tidak selamanya para sopir memenangi ”perjudian” itu. Azis (38), sopir bus Wonosobo-Dieng, kerap pulang dengan tangan hampa meski sudah antre 6-7 jam. Saat tiba gilirannya mengisi tangki kosong, solar di SPBU tidak menetes lagi. Solar habis ”diminum” kendaraan bermesin diesel lain yang lebih dulu antre.

Kehilangan pendapatan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com