Menurut data dari Komisi Eropa yang dikeluarkan di Brussels, Senin (29/4), kepercayaan bisnis dan konsumen turun sebesar 1,5 poin dari bulan Maret. Penurunan ini karena melemahnya aktivitas pada sektor jasa.
Secara umum di Uni Eropa, indeks ini bahkan turun lebih tajam lagi, sebesar 1,8 poin menjadi 89,7 poin.
”Survei menunjukkan bahwa zona euro sedang menghadapi resesi terpanjangnya,” ujar Jennifer McKeown dari Capital Economics. ”Berita buruk ini mungkin akan mendesak ECB mengumumkan langkah selanjutnya pada pertemuan pekan ini,” katanya lagi.
Di zona euro, tingkat kepercayaan pebisnis dan konsumen pada sektor manufaktur turun 1,5 poin, sementara kepercayaan pada sektor jasa turun tajam 4,1 persen. Penurunan ini juga menandakan aktivitas dan permintaan pada kedua sektor di masa depan.
”Data kepercayaan yang melemah ini tidak semata-mata karena masalah yang ada di sekeliling zona euro. Faktanya, negara besar seperti Jerman dan Perancis juga terimbas karena permintaan global menurun,” ujar Christian Schulz dari Berenberg Bank.
Para analis memperkirakan ECB akan menurunkan tingkat suku bunga pada pertemuan Kamis mendatang. Penurunan tingkat suku bunga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan laju ekonomi. Dengan tingkat suku bunga acuan rendah, tingkat suku bunga kredit dan konsumsi juga rendah. Ini membuat pengusaha dan konsumen bisa memperoleh kredit dengan mudah untuk keperluan ekspansi bisnis atau konsumsi. Diharapkan dengan peningkatan bisnis dan konsumsi, pertumbuhan ekonomi juga meningkat.
Penganggur akan semakin banyak di zona euro. Pekan lalu, Spanyol membukukan rekor tingkat pengangguran yang mencapai 27 persen. Sementara itu, di Athena, Parlemen Yunani memungut suara guna mengadopsi perundangan baru untuk memberhentikan 15.000 pegawai negeri. Perampingan pegawai ini merupakan salah satu konsekuensi dari penghematan anggaran yang harus dilakukan Yunani.
Hal berbeda terjadi di Asia. Asia juga terkena dampak pelemahan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Arus modal mengalir deras ke kawasan Asia yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi ketimbang di AS dan Eropa.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengawasi dengan saksama aliran dana ke Asia ini. Dalam peluncuran laporannya mengenai perekonomian Asia di Singapura, kemarin, IMF juga menyerukan agar para pengambil keputusan bersiap untuk menghindari terjadinya perekonomian yang terlalu panas.
Derasnya arus modal ke kawasan Asia membuat harga properti dan harga saham terus melambung. Menurut IMF, pada beberapa negara, keadaan ini sudah mendekati atau di atas level rata- rata yang pernah terjadi di Asia Tenggara.
”Kami berpendapat, tekanan finansial atau yang sering disebut ketidakseimbangan mulai meningkat,” ujar Anoop Singh, Direktur IMF untuk Kawasan Asia Pasifik.
”Hal ini dapat berubah menjadi buruk dengan cepat sehingga keadaan ini harus diawasi dengan saksama dan hati-hati. Oleh karena itu, para pengambil keputusan menghadapi tantangan bagaimana menjaga perekonomiannya terhadap potensi ketidakseimbangan yang semakin meningkat. Di sisi lain, peran pengambil keputusan juga harus terus melakukan langkah yang tepat agar dapat menopang pertumbuhan,” lanjutnya.
IMF tetap memperkirakan kawasan Asia akan bertumbuh sebesar 5,7 persen tahun ini.(AFP/Reuters/joe)