Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KRL Perlu Didukung

Kompas.com - 06/05/2013, 03:39 WIB

Jakarta, Kompas - Kereta rel listrik Jabodetabek dirasakan sejumlah kalangan sebagai solusi transportasi di tengah kemacetan. Sayangnya, dorongan untuk memajukan transportasi massal ini belum disertai dengan keberpihakan yang jelas dari pemangku kebijakan.

Demikian salah satu isi diskusi interaktif Managing Our Nation yang diadakan PPM Manajemen, Sabtu (4/5), di Executive Lounge PPM, Jalan Menteng Raya, Jakarta. Diskusi tersebut membahas soal pembenahan perkeretaapian di Jakarta.

Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Paulus Wirutomo menilai, pelayanan KRL di Jabodetabek sudah nyaman meskipun masih ada kekurangan, seperti suara petugas pembaca pengumuman di beberapa stasiun yang tidak jelas.

Kenyamanan KRL juga belum diikuti dengan penataan kawasan sekitar stasiun. Stasiun Manggarai, misalnya, dikelilingi pasar atau permukiman padat sehingga bangunan stasiun tidak terlihat, bahkan mirip seperti kandang.

Sementara itu, Guru Besar Psikologi UI Sarlito Wirawan berpendapat sistem transportasi di Jakarta belum berjalan. Akibatnya, setiap pihak harus menanggung bebannya masing-masing. Bus harus memberi potongan harga tiket kepada pelajar. Sementara itu, tidak ada subsidi dari pemerintah untuk pelajar yang menggunakan angkutan umum. Begitu juga dengan kereta yang sejak lama dibiarkan berjalan sendiri.

Direktur Komersial PT Kereta Api Indonesia Sulistyo Wimbo Hardjito membenarkan, pihaknya harus berjalan sendiri dengan berbagai keterbatasan. Perbaikan prasarana, misalnya, ditanggung oleh perusahaan sebab keandalannya rendah dan sering mengganggu perjalanan kereta.

”Baik atau buruk kondisi kereta, penumpang tahunya itu tanggung jawab PT KAI. Padahal, ada persoalan yang bukan kewenangan kami. Prasarana, seperti persinyalan, misalnya, sebenarnya merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ucapnya.

Contoh lain, untuk menjalankan kereta ekonomi, subsidi penumpang harus ditanggung oleh perusahaan sampai dana PSO (public service obligation/subsidi) dari pemerintah diberikan.

Kendati regulasi menyatakan bahwa PSO harus dicairkan per bulan, kenyataannya hingga Mei ini kontrak PSO belum juga ditandatangani.

Menurut Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia, subsidi untuk KRL sesungguhnya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. ”Tinggal kemauan saja. Jangan sampai pemda atau DPRD DKI tidak mau memberi subsidi karena merasa bahwa penumpang KRL bukan warganya. Padahal, komuter ini ikut berkontribusi pada perekonomian Jakarta,” katanya.

Butuh visi

Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo berpendapat, visi pemerintah terhadap transportasi publik memang belum kuat.

”Mau dikembangkan apanya? Persoalan kemacetan mau diselesaikan dengan angkutan massal, tetapi tidak jelas bagaimana bentuk keberpihakannya,” kata Tri.

PT KCJ, misalnya, masih menanggung pajak pembelian KRL karena pembebasan pajak hanya berlaku untuk PT KAI. Akibatnya, beban pajak ditanggung penumpang lewat tiket KRL.

CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mendukung pembenahan transportasi publik. Dia berpendapat, biaya transportasi umum yang harus ditanggung pekerja di Jakarta acapkali lebih mahal ketimbang biaya makan. ”Karena itu, orang lebih senang naik sepeda motor. Cukup dengan Rp 9.000 bisa jalan untuk tiga minggu,” ucapnya.

Menurut Agung, pembenahan transportasi publik juga membutuhkan komando yang jelas dari pemerintah. Apabila tidak, kondisi angkutan umum akan tetap semrawut, membahayakan penumpang, dan tidak maju.

Dia mencontohkan, pembangunan moda transportasi massal (MRT) di dalam kota Jakarta yang belum juga terwujud meski pembangunan ini sebenarnya sudah terlambat 10-15 tahun.

Peradaban

Paulus juga mengingatkan, moda transportasi merupakan alat pendidikan bagi warga. ”Kalau transportasi kita semrawut, kota ini akan semakin hancur peradabannya,” ujarnya.

Dia mencontohkan, orang menjadi tertib begitu masuk ke negara lain, seperti Singapura. Dengan mudah, sistem transportasi publik dipelajari meskipun orang itu baru tiba di negara tersebut. Begitu kembali ke Indonesia, perilaku tidak tertib kembali muncul.

Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Keperdataan UI Agus Sarjono mengingatkan, peraturan yang tertulis seringkali tidak sama dengan kenyataan. Contohnya, permukiman liar banyak di pinggir rel. Padahal, peraturan jelas melarang. Namun, ketika PT KAI menertibkan, hal itu justru ditentang pedagang dan mahasiswa. (ART/K01)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com