Demikian salah satu isi diskusi interaktif Managing Our Nation yang diadakan PPM Manajemen, Sabtu (4/5), di Executive Lounge PPM, Jalan Menteng Raya, Jakarta. Diskusi tersebut membahas soal pembenahan perkeretaapian di Jakarta.
Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Paulus Wirutomo menilai, pelayanan KRL di Jabodetabek sudah nyaman meskipun masih ada kekurangan, seperti suara petugas pembaca pengumuman di beberapa stasiun yang tidak jelas.
Kenyamanan KRL juga belum diikuti dengan penataan kawasan sekitar stasiun. Stasiun Manggarai, misalnya, dikelilingi pasar atau permukiman padat sehingga bangunan stasiun tidak terlihat, bahkan mirip seperti kandang.
Sementara itu, Guru Besar Psikologi UI Sarlito Wirawan berpendapat sistem transportasi di Jakarta belum berjalan. Akibatnya, setiap pihak harus menanggung bebannya masing-masing. Bus harus memberi potongan harga tiket kepada pelajar. Sementara itu, tidak ada subsidi dari pemerintah untuk pelajar yang menggunakan angkutan umum. Begitu juga dengan kereta yang sejak lama dibiarkan berjalan sendiri.
Direktur Komersial PT Kereta Api Indonesia Sulistyo Wimbo Hardjito membenarkan, pihaknya harus berjalan sendiri dengan berbagai keterbatasan. Perbaikan prasarana, misalnya, ditanggung oleh perusahaan sebab keandalannya rendah dan sering mengganggu perjalanan kereta.
”Baik atau buruk kondisi kereta, penumpang tahunya itu tanggung jawab PT KAI. Padahal, ada persoalan yang bukan kewenangan kami. Prasarana, seperti persinyalan, misalnya, sebenarnya merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ucapnya.
Contoh lain, untuk menjalankan kereta ekonomi, subsidi penumpang harus ditanggung oleh perusahaan sampai dana PSO (public service obligation/subsidi) dari pemerintah diberikan.
Kendati regulasi menyatakan bahwa PSO harus dicairkan per bulan, kenyataannya hingga Mei ini kontrak PSO belum juga ditandatangani.
Menurut Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia, subsidi untuk KRL sesungguhnya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. ”Tinggal kemauan saja. Jangan sampai pemda atau DPRD DKI tidak mau memberi subsidi karena merasa bahwa penumpang KRL bukan warganya. Padahal, komuter ini ikut berkontribusi pada perekonomian Jakarta,” katanya.
Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo berpendapat, visi pemerintah terhadap transportasi publik memang belum kuat.
”Mau dikembangkan apanya? Persoalan kemacetan mau diselesaikan dengan angkutan massal, tetapi tidak jelas bagaimana bentuk keberpihakannya,” kata Tri.
PT KCJ, misalnya, masih menanggung pajak pembelian KRL karena pembebasan pajak hanya berlaku untuk PT KAI. Akibatnya, beban pajak ditanggung penumpang lewat tiket KRL.
CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mendukung pembenahan transportasi publik. Dia berpendapat, biaya transportasi umum yang harus ditanggung pekerja di Jakarta acapkali lebih mahal ketimbang biaya makan. ”Karena itu, orang lebih senang naik sepeda motor. Cukup dengan Rp 9.000 bisa jalan untuk tiga minggu,” ucapnya.
Menurut Agung, pembenahan transportasi publik juga membutuhkan komando yang jelas dari pemerintah. Apabila tidak, kondisi angkutan umum akan tetap semrawut, membahayakan penumpang, dan tidak maju.
Dia mencontohkan, pembangunan moda transportasi massal (MRT) di dalam kota Jakarta yang belum juga terwujud meski pembangunan ini sebenarnya sudah terlambat 10-15 tahun.
Paulus juga mengingatkan, moda transportasi merupakan alat pendidikan bagi warga. ”Kalau transportasi kita semrawut, kota ini akan semakin hancur peradabannya,” ujarnya.
Dia mencontohkan, orang menjadi tertib begitu masuk ke negara lain, seperti Singapura. Dengan mudah, sistem transportasi publik dipelajari meskipun orang itu baru tiba di negara tersebut. Begitu kembali ke Indonesia, perilaku tidak tertib kembali muncul.
Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Keperdataan UI Agus Sarjono mengingatkan, peraturan yang tertulis seringkali tidak sama dengan kenyataan. Contohnya, permukiman liar banyak di pinggir rel. Padahal, peraturan jelas melarang. Namun, ketika PT KAI menertibkan, hal itu justru ditentang pedagang dan mahasiswa.