Serpong, Kompas
Pemberitahuan penghentian operasi KRL ekonomi Serpong-Tanah Abang itu diumumkan melalui pengeras suara di stasiun-stasiun kereta yang dilewati jalur tersebut. Dalam pengumuman itu disebutkan bahwa mulai Selasa, 7 Mei, KRL ekonomi dihapuskan karena kereta itu tidak memenuhi standar keselamatan dan pelayanan.
Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi I Sukendar Mulya menyampaikan penjelasan senada. ”Alasannya semata-mata karena rangkaian KRL ekonomi itu sudah tua, jadi perlu diganti demi keselamatan penumpang dan tentunya juga untuk peningkatan pelayanan,” katanya. Menurut Sukendar, ada empat perjalanan KRL ekonomi Serpong-Tanah Abang yang ditiadakan.
Dari pantauan Kompas, kondisi KRL ekonomi memang sangat memprihatinkan. Gerbong kereta penuh coretan, dindingnya kusam dengan cat yang sudah mengelupas dan berkarat. Lantai gerbong pun ada yang berlubang-lubang. Pintu dan jendela juga sudah tidak bisa ditutup lagi.
Sukendar menambahkan, saat ini baru jalur Serpong-Tanah Abang yang dihapus. ”Untuk jalur lain (Jakarta-Bogor dan Jakarta-Bekasi) belum,” ujarnya.
Sementara itu, penumpang yang biasa memakai jasa KRL ekonomi mengatakan keberatan dengan penghapusan tersebut.
Fathur (29), salah satu penumpang, menolak penghapusan KRL ekonomi karena ia harus mengeluarkan ongkos transportasi lebih banyak lagi untuk kerja.
”Selama ini saya selalu memakai KRL ekonomi. Kereta ini sangat membantu masyarakat kecil seperti kami ini,” kata warga Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, yang bekerja di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, itu.
Menurut Fathur, sangat berat bagi pegawai kecil seperti dirinya jika harus naik KRL commuter line yang tiketnya Rp 8.000 sekali jalan.
Ia memaparkan, dengan KRL ekonomi, ia hanya mengeluarkan Rp 6.500 sekali jalan untuk berangkat kerja. Uang Rp 6.500 itu digunakan untuk membeli tiket kereta, ongkos bus dari Kebayoran Lama ke Blok M Rp 2.000 dan parkir motor di Stasiun Sudimara Rp 3.000.
”Kalau naik commuter line dengan harga tiket Rp 8.000, berarti saya harus mengeluarkan
Fathur menambahkan, jika alasannya adalah soal kondisi kereta, PT KAI seharusnya bukan menghapus keberadaan KRL ekonomi, melainkan mengganti kereta dengan yang lebih baik.
”Ini jangan jadi alasan saja untuk menghapus kereta ekonomi. Kalau sudah tidak layak, seharusnya diperbaiki atau diganti, tetapi jenisnya tetap KRL ekonomi. Jadi bukan dihapus,” ujarnya.
Keberatan yang sama disampaikan Nuning, warga Jombang. Menurut dia, naik KRL commuter line pun pelayanannya tidak serta-merta lebih baik. Selama ini, KRL commuter line juga sering kali penuh disesaki penumpang sehingga sama sekali tidak nyaman.