Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI yang Mudah Tertiup

Kompas.com - 17/05/2013, 02:57 WIB

Simon Saragih

Rupiah melemah karena ada defisit neraca transaksi berjalan (current account). Kurs mata uang juga bergantung, bahkan sangat, pada surplus tidaknya neraca transaksi berjalan. Defisit menyebabkan kurs melemah dan sebaliknya. Dan Indonesia sedang mengalami defisit.

Mengapa ini terjadi? Neraca transaksi berjalan merupakan komposisi perimbangan dari ekspor dan impor (neraca perdagangan). Di dalamnya juga ada perimbangan komposisi arus masuk dan arus keluar modal (neraca modal). Jika ekspor lebih kecil dan arus modal keluar lebih besar, akan ada defisit.

Ekonom Tony Prasetiantono kepada Kompas di Jakarta, Kamis (16/5), memberi penjelasan. ”Biasanya kita selalu mencatat surplus dalam neraca perdagangan. Puncak surplus perdagangan pernah mencapai 40 miliar dollar AS setahun, seperti terjadi saat harga komoditas primer (batubara, sawit, timah, dan karet) mencapai puncaknya,” kata Tony.

Surplus ini terjadi pada periode krisis sub-prime mortgage (hipotek tak berkualitas) di AS tahun 2008 dan juga tahun- tahun sesudahnya. Pada saat itu terjadi banyak aksi spekulasi untuk mendongkrak harga-harga komoditas primer. Para manager hedge fund, yang intinya bisa disetarakan dengan spekulan pasar uang, saat itu menjadi komoditas sebagai sarana meraup untung lewat aksi- aksi spekulasi.

Nah, begitu harga-harga komoditas jatuh tahun 2012, neraca perdagangan pun menjadi defisit. Artinya, nilai ekspor komoditas primer pun jatuh. Inilah defisit perdagangan pertama yang terjadi sejak 1961.

Defisit neraca perdagangan otomatis memperbesar defisit transaksi berjalan. Secara tradisional, negara berkembang, seperti Indonesia, selalu mengalami defisit dalam transaksi jasa (bagian dari neraca modal). Defisit ini khususnya terjadi dalam asuransi dan jasa pengiriman barang (perkapalan). Secara tradisional Indonesia selalu mengandalkan jasa asing untuk sektor asuransi dan perkapalan. Ini adalah jasa yang harus dibayar dan menyebabkan arus modal mengalir keluar untuk membayar jasa itu.

Akibatnya, transaksi ekspor-impor Indonesia selalu dilakukan dengan metode free on board (FOB). Ini karena kita menghitung nilai ekspor tanpa mengurangi biaya jasa-jasa asuransi dan perkapalan yang digunakan saat mengekspor. Jasa pengapalan dan asuransi dilakukan perusahaan asing.

Karena itu, jika ingin menekan defisit transaksi jasa, Indonesia harus meningkatkan daya saing di kedua bidang sehingga transaksi ekspor-impor menggunakan metode cost of insurance and freight (CIF). Malaysia melakukan ini, Thailand melakukan ini.

Seruan ini sudah lama terjadi, tetapi tak pernah terwujud. Dari dulu andalan utama ekspor adalah sektor pertanian dan jasa-jasa mengandalkan pihak asing. Itulah mengapa Indonesia tidak kunjung siap bersaing dan mudah tertiup faktor eksternal. Tidak heran jika Profesor Mudrajad Kuncoro mengatakan, perbaikan kualitas perekonomian Indonesia tidak kunjung terjadi dari waktu ke waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com