Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Rata-rata Uang Orang Indonesia yang Hilang Per Tahunnya

Kompas.com - 21/05/2013, 19:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ingin tahu berapa rata-rata uang yang hilang di kalangan masyarakat Indonesia? Kajian Visa Payment Attitudes menunjukkan bahwa Indonesia memiliki posisi terendah dalam tingkat kehilangan uang dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Indonesia berada pada tingkat kehilangan terendah, yaitu hanya sebesar 21 dollar AS atau Rp 203.973 per tahun. Jumlah tersebut jauh di bawah rata-rata tingkat kehilangan uang tunai di negara-negara lain yang mencapai 365 dollar AS atau Rp 3.545.245.

Jumlah ini setara dengan harga 6,5 gram emas yang bisa membantu kehidupan sebuah keluarga di Banglades yang terdiri dari empat orang selama satu tahun. Orang Indonesia juga paling cermat dalam mengelola mata uang asing yang tidak terpakai setelah pergi berlibur atau perjalanan bisnis.

Survei tersebut juga menunjukkan gaya hidup yang sibuk, yang membuat seseorang kadang tidak menyadari akan hal-hal kecil di sekitar mereka, misalnya uang receh atau uang kembalian.

Rata-rata masyarakat meninggalkan sebesar 80 dollar AS (Rp 777.040) uang receh yang tidak terpakai di mobil, rumah, dan kantor.

Dari hasil survei di beberapa negara, masyarakat Jepang memiliki angka paling mengejutkan dengan 337 dollar AS (Rp 3.273.281) uang receh yang terlupakan. Masyarakat Indonesia adalah yang paling hemat dengan jumlah uang receh yang tidak digunakan hanya sebesar 21 dollar AS (Rp 203.973).

Kembali dari liburan dengan kantong yang penuh dengan mata uang asing juga merupakan hal yang umum terjadi. Menurut penelitian ini, masyarakat rata-rata membawa 285 dollar AS (Rp 2.768.205) dalam mata uang asing ketika kembali dari perjalanan.

Masyarakat Singapura umumnya membawa sebanyak 625 dollar AS (sekitar Rp 6 juta) di saku mereka ketika kembali dari perjalanan bisnis atau liburan. Di sisi lain, Indonesia, Korea Selatan, dan Taiwan adalah yang paling cermat dalam menggunakan uang mereka dengan membawa kembali hanya sebesar 1 dollar AS (Rp 9.713) dalam mata uang asing.

Sementara itu, sebagian besar responden yang disurvei akan mempertahankan uang yang tersisa untuk penggunaan di masa depan dan sekitar satu dari lima akan memberikan sisa uang kepada orang lain atau melupakan begitu saja.

"Jadi, hal yang positif melihat konsumen Indonesia memiliki tingkat kehilangan uang tunai terendah dibandingkan negara-negara lain," ujar Ellyana Fuad, Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia, Selasa (21/5/2013).

Dia mengatakan, seiring dengan mulai diadopsinya pembayaran elektronik oleh konsumen Indonesia, data dari Bank Indonesia Visa juga melihat pertumbuhan yang kuat pada volume kartu pembayaran, baik kartu debit, yaitu sebesar 24.83 persen, maupun kartu kredit sebesar 11,6 persen pada 2012.

Meskipun banyak transaksi, konsumen di Indonesia masih bergantung pada uang tunai. Elly yakin pembayaran elektronik akan terus bertambah seiring dengan pertambahan tingkat penerimaan dan penerbitan kartu serta daya apresiasi konsumen terhadap manfaat keamanan, kenyamanan, dan kendali keuangan yang ditawarkan oleh pembayaran elektronik dibandingkan uang tunai dan cek. (Eko Sutriyanto/ Tribunnews)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com