Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/06/2013, 07:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia harus mewaspadai terjadinya stagnasi perekonomian akibat jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Sejumlah langkah harus disiapkan, antara lain dengan menekan ketimpangan pendapatan dan mendorong produktivitas tenaga kerja.

Demikian dikatakan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Soemantri Brodjonegoro dalam diskusi panel yang diadakan Asosiasi Profesor Indonesia di Jakarta, Sabtu (1/6/2013).

Menurut Bambang, jebakan pendapatan menengah terjadi ketika suatu negara dengan perekonomian menengah mengalami stagnasi sehingga sulit bertransformasi menjadi negara maju.

”Inti dari middle income trap adalah ketika negara berkembang tidak bisa berubah menjadi negara maju atau perubahan menjadi negara maju itu membutuhkan waktu yang sangat lama,” ujarnya.

Ia menambahkan, negara yang rawan terjebak dalam stagnasi itu memiliki beberapa ciri. Pertama, pendapatan dari ekspor rendah karena tidak mampu bersaing dengan negara yang lebih maju.

Kedua, tidak mampu mengendalikan sumber daya alam sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu.

Ketiga, produktivitas usaha yang rendah sehingga tak berefek besar pada pertumbuhan ekonomi.

Untuk menghindari jebakan itu, menurut Bambang, Indonesia harus berupaya mengurangi kesenjangan pendapatan dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga harus dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. ”Yang juga diperlukan adalah kebijakan fiskal yang berpihak pada pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja,” katanya.

Produk ekspor murah

Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim memaparkan, jebakan pendapatan menengah terjadi ketika Indonesia tidak bisa mengekspor produk manufaktur dengan harga murah, tetapi juga tidak bisa menghasilkan produk inovatif yang berteknologi tinggi. ”Indonesia akan terjebak dalam stagnasi jika tidak mampu bertransformasi dari perekonomian berbasis sumber daya alam ke perekonomian berbasis inovasi,” ujarnya.

Emil menambahkan, Indonesia harus mengembangkan inovasi produk terkait sumber daya alam. Ekspor sumber daya alam mentah harus dihentikan. Bahan mentah itu harus diolah untuk nilai tambah.

Guru Besar Ekonomi Kependudukan Universitas Indonesia Sri Moertiningsih Adioetomo mengatakan, agar bisa lepas dari jebakan pendapatan menengah, Indonesia harus memanfaatkan bonus demografi yang ada. Bonus demografi berupa pertambahan penduduk usia kerja diperkirakan mencapai puncaknya tahun 2020 sampai 2030.

”Pada dekade itu, rasio ketergantungan kita ada pada angka 44. Artinya hanya 44 penduduk usia non-produktif yang bergantung pada 100 penduduk usia produktif,” ujarnya.

Supaya bisa memanfaatkan bonus demografi itu, Indonesia harus bersiap sejak saat ini, antara lain meningkatkan kualitas manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. (K02)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KTNA Ungkap Penyebab Petani Sulit Dapat Pupuk Subsidi Meski Distribusi Pakai Aplikasi

    KTNA Ungkap Penyebab Petani Sulit Dapat Pupuk Subsidi Meski Distribusi Pakai Aplikasi

    Whats New
    Mampukah IHSG Menguat Hari Ini 7 Desember? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

    Mampukah IHSG Menguat Hari Ini 7 Desember? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

    Whats New
    BPK Temukan Indikasi Fraud di Cucu Usaha, Semen Indonesia Tegaskan Komitmen GCG

    BPK Temukan Indikasi Fraud di Cucu Usaha, Semen Indonesia Tegaskan Komitmen GCG

    Whats New
    Inflasi dan Tenaga Kerja Membayangi, Wall Street Ditutup Merah

    Inflasi dan Tenaga Kerja Membayangi, Wall Street Ditutup Merah

    Whats New
    Semua Bank 'Diramal' Jadi Digital dalam 10-20 Tahun ke Depan

    Semua Bank "Diramal" Jadi Digital dalam 10-20 Tahun ke Depan

    Whats New
    [POPULER MONEY] Penumpang Pelita Air Bercanda Bawa Bom, Ini Akibatnya | Cara Cek KTP Dipakai Pinjol atau Tidak

    [POPULER MONEY] Penumpang Pelita Air Bercanda Bawa Bom, Ini Akibatnya | Cara Cek KTP Dipakai Pinjol atau Tidak

    Whats New
    Mendag Blak-blakan Alasan Izinkan TikTok Duet dengan Tokopedia

    Mendag Blak-blakan Alasan Izinkan TikTok Duet dengan Tokopedia

    Whats New
    Cara Isi Saldo ShopeePay via m-Banking BCA, KlikBCA, dan ATM BCA

    Cara Isi Saldo ShopeePay via m-Banking BCA, KlikBCA, dan ATM BCA

    Spend Smart
    Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat Livin' by Mandiri dengan Mudah

    Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat Livin' by Mandiri dengan Mudah

    Spend Smart
    Cara Bayar Tiket Kereta Api lewat Aplikasi LinkAja dengan Mudah

    Cara Bayar Tiket Kereta Api lewat Aplikasi LinkAja dengan Mudah

    Spend Smart
    PLN dan HDF Energy Kerja Sama Pengembangan Pembangkit Listrik Hidrogen

    PLN dan HDF Energy Kerja Sama Pengembangan Pembangkit Listrik Hidrogen

    Whats New
    Mendag: Perempuan Kunci Indonesia Maju

    Mendag: Perempuan Kunci Indonesia Maju

    Whats New
    Menko Airlangga: Indonesia Butuh 600.000 Jago Digital Per Tahun

    Menko Airlangga: Indonesia Butuh 600.000 Jago Digital Per Tahun

    Whats New
    Kurangi Emisi di Tambang Batu Bara, Anak Usaha UNTR Bangun PLTS Off-Grid

    Kurangi Emisi di Tambang Batu Bara, Anak Usaha UNTR Bangun PLTS Off-Grid

    Whats New
    Naik 'Feeder' LRT Palembang Akan Dikenakan Tarif, Ini Kisarannya

    Naik "Feeder" LRT Palembang Akan Dikenakan Tarif, Ini Kisarannya

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com