Nusa Dua, Kompas
Direktur Pembinaan Program Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Paul Lubis menyampaikan hal itu, Selasa (4/6), di Nusa Dua, Bali. Besaran royalti batubara diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian ESDM.
Dalam aturan disebutkan, royalti batubara untuk IUP 3 persen dari harga jual untuk batubara dengan kalori kurang dari 5.100 kalori per kg (kkal/kg), 5 persen untuk batubara dengan kalori 5.100 kkal/kg - 6.100 kkal/kg, dan 7 persen untuk batubara dengan kalori lebih dari 6.100 kkal/kg.
Besaran royalti itu, kata Paul, lebih rendah dibandingkan royalti batubara yang dikenakan kepada pengusaha pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yakni 13,5 persen. Untuk itu PKP2B meminta agar pemerintah tidak membedakan besaran royalti bagi PKP2B maupun pengusaha pemegang IUP.
”Kami ingin menaikkan penerimaan negara bukan pajak dari IUP, tanpa merugikan pemegang IUP,” kata Paul. Pemerintah tengah mengkaji keekonomian antarinstansi terkait untuk menentukan besarnya royalti.
Salah satu opsi yang mengemuka dalam kajian adalah pemerintah akan menaikkan royalti batubara tanpa membedakan kalori. ”Kemungkinan besaran royalti bagi pengusaha pemegang IUP 10-13,5 persen. Kenaikan royalti akan diatur dalam peraturan pemerintah dan mulai diterapkan tahun depan,” ujarnya.
Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan, royalti pertambangan yang masih kecil harus diperbaiki. Semua perusahaan pertambangan harus memenuhi kewajiban membayar royalti batubara sesuai aturan.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Bob Kamandanu meminta pemerintah meninjau ulang besaran royalti batubara. Pemerintah diminta lebih adil dengan tidak membedakan royalti bagi perusahaan PKP2B dan perusahaan pemegang IUP.