Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jengkol dan Pete, Aje Gile...

Kompas.com - 05/06/2013, 19:05 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Juha mencak-mencak pada Kokom bininya. Pasalnya, makan siang kali ini si bini alpa menyediakan makanan favoritnya: semur jengkol dan sambel goreng pete.

"Kom, Kokom..." Teriak Juha dari meja makan.
"Iye bang, bentar," sahut Kokom dari kamar.
"Buruan napah."
"Ade ape sih bang."
"Lo udah kagak sayang sama abang?"
"Lah, siang bolong gini abang ngigau."
"Noh liat, masak memberikan kebahagiaan dikit aja dalam soal makanan elo kagak bisa?"
"Gak usah belit-belit dah bang."
"Ntu, kagak sari-sarinye di meja makan kagak ada makanan paporit aye, semur jengkol sama sambel pete."
"Ya ampuuuun bang, soal ntu rupanya yang bikin abang sewot. Kirain Kokom udah ngelakuin kesalahan apa gitu."
"Ini juga termasuk kesalahan Kom, masa memenuhi kebahagiaan perut suami aja elo kagak bisa."
"Sini kasih duit yang banyak, maka urusan perut abang bakal Kokom penuhi!"
"Maksud lo, abang musti korupsi gitu? Ngerampok? Emang duit bulanan udah kagak cukup buat belanja harian?"
"Kagak usah nyap-nyap gitu deh. Asal abang tau aja, sejak gosip bensin mau naek, semua kebutuhan dapur langsung naek kagak ketulungan."
"Termasuk jengkol sama pete?"
"Iye....."
"Emang berapaan harganya?"
"Jengkol per kilo udah Rp 50 ribu, pete/kg udah Rp 80 ribu!"
"Aje gile...!"

***

Jengkol dan pete, inilah sejoli buah yang sama-sama memiliki bau menyengat. Banyak orang yang menghindar, tapi tak sedikit pula yang memburunya. Baunya itu loh, gak nahan, kata mereka yang tak suka. Dulu kedua buah tersebut sering dicap sebagai makanan kelas rendah, karena murah harganya dan baunya gak ketulungan. Tapi kini, entah karena telah naik derajat menjadi makanan berkelas atau jumlah panenan menurun karena pohon pete dan jengkol ditebang untuk jadi bahan bangunan rumah, kedua makanan hasil olahan buah itu membubung tinggi harganya.

Pete dan jengkol boleh saja dicerca lantaran baunya. Tapi di balik bau yang menyengat, ternyata kedua buah tersebut, konon, mengandung banyak manfaat, seperti tertera di bawah ini.

Menurut Pusat Data dan Informasi PERSI (Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), jengkol (Archidendron pauciflorum), terdiri dari berbagai vitamin, mineral, dan serat yang tinggi. Jengkol memiliki khasiat diuretic yang dapat membantu melancarkan pembuangan urine, dan hal ini sangat menguntungkan bagi penderita penyakit jantung koroner.

Tak cuma itu, seratnya dapat melancarkan buang air besar, dan secara tidak langsung dapat membantu melangsingkan perut yang buncit akibat sulit BAB. Karena itu juga jengkol digunakan sebagai bahan cuci perut yang ampuh selain apel. Manfaat lainnya adalah mencegah penyakit diabetes/kencing manis dikarenakan kandungan asam dan mineralnya. Namun asam jengkolat yang terdapat di jengkol berupa kristal dan tidak mudah larut oleh air. Karena itu saran dalam mengkonsumsi jengkol adalah jangan berlebihan, karena ginjal bisa jadi tidak dapat menyaring asam tersebut dalam jumlah yang kelewat banyak hingga akhirnya mengalami sulit berhenti buang air kecil atau sering disebut anyang-anyangan.

Sedangkan pete (Parkia speciosa hassk), memiliki manfaat yang lebih banyak lagi dibandingkan jengkol. Dan menurut pendapat banyak orang, bau pete lebih menyengat jika dibandingkan saudaranya; jengkol. Yah, mungkin ini bayaran dari banyaknya keuntungan yang didapat jika memakan pete, karena baunya juga lebih menyiksa. Pete mengandung 3 macam gula alami yaitu sukrosa, fruktosa, dan glukosa dan dikombinasikan dengan serat tinggi. Kandungan gula ini membuat pete jadi banyak diambil manfaatnya sebagai penambah tenaga.

Kandungan tryptophan dan vitamin B6 di dalam pete juga bisa membantu emosi seseorang untuk menjadi lebih tenang dan bisa mengurangi tingkat depresi. Bagi para penderita tekanan darah tinggi, buah ini juga termasuk makanan yang aman dikonsumsi. Ini karena banyaknya kalium yang terkandung di pete tetapi rendah garam. Begitu tingginya kandungan kalium di pete hingga membuat FDA Amerika member izin kepada perkebunan pete untuk melakukan klaim resmi terhadap kemampuan pete dalam menekan risiko darah tinggi dan stroke.

Kaliumnya yang tinggi juga dapat meningkatkan konsentrasi otak dan secara tidak langsung membantu menumbuhkan kecerdasan anak di usia pertumbuhan. Pete juga bisa membantu orang yang ingin berhenti dari kecanduan rokok. Kandungan vitamin B6, B12, magnesium dan kaliumnya dapat menekan kebutuhan nikotin dan membuat orang tersebut justru merasa tak perlu lagi dengan nikotin. Olesan buah pete pada kulit juga bisa menghindari Anda dari gigitan nyamuk. Jadi tidak perlu membuang uang beberapa ratus perak untuk lotion nyamuk, karena olesan pete pun tak kalah ampuh dan lebih alami. Tapi sayangnya cara ini akan sedikit mengganggu karena dijamin kulit Anda jadi bau pete juga. Hm, yang satu ini kurang efisien, ya.

Selain manfaat-manfaat tersebut, masih banyak lagi segudang manfaat pete yang membuat buah ini menjadi perhatian ahli medis. Antara lain mencegah kegemukan, mengobati anemia, mengobati sembelit, memulihkan seseorang dari mabuk, menyembuhkan luka lambung, mengatur suhu tubuh, bahkan untuk menghaluskan kulit juga—dan pete jadi banyak diekspor ke negara-negara China, Jepang, Korea sebagai bahan kosmetik.

***

Begitulah, menurut Kokom, semenjak pemerintah mengembuskan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), harga-harga kebutuhan pokok merambat naik dengan tegas dan pasti.

Kenaikan harga juga terjadi untuk beberapa komuditas sayuran lainnya seperti tomat yang tadinya seharga Rp 5.000 I Rp 6.000 per kg, menjadi Rp 8.000 - Rp 10.000 per kg.

Begitu juga dengan cabai merah dari Rp 45 ribu saat ini naik menjadi Rp 60.000 - Rp 70.000 per kg. Sayur bayam yang semula Rp 1.000 menjadi Rp 1.500 per ikat. "Kalau cabai merah, memang telah naik sejak beberapa hari ini. Kabarnya karena panen gagal.

Lalu Kokom pun memperlihatkan koran yang selalu dibawa suaminya.
"Nih baca, jangan cuma dibawa-bawa doang," perintah Kokom seraya menyodorkan koran harian terkemuka di Nusantara.

Maka tampaklah di sana tulisan tentang kenaikan harga. Koran itu menyebut, kenaikan pada umumnya mulai terjadi sejak pertengahan bulan maret 2001. Sebagai contoh, untuk komoditi gula pasir di Jakarta mengalami kenaikan dari Rp. 3.760,-/Kg menjadi Rp. 3.960,-/Kg (5,05%); susu bubuk naik dari Rp. 14.100,-/400 gr menjadi Rp. 14.200,-/400 gr (0,70%); susu kental manis naik dari Rp. 4.340,-/kaleng menjadi Rp. 4.360,-/kaleng (0,46%); minyak goreng sawit curah naik dari Rp. 3.000,-/kantong plastik menjadi Rp. 3.340,-/kantong plastik (11,33%).

"Kalo cabe keriting naik kagak," tanya Juha.
"cabe merah keriting naik sedikit, jadi Rp 25.603,9 perkilogram, minggu lalu Rp 24.990,04 perkilogram."
"Kalo cabe yang direbounding?"
"Sana abang nanya ke Johny Andrean atau Rudy Hadi Soewarno."
"Cie... gitu aje marah."
"Habisnya, lagi ngomong serius, abang malah melucu."
"Pan biar kagak setres. Bentar abang lanjutin lagi baca."
"Iya sih, kalo dipikir dalem-dalem, bisa putus nih kabel-kabel di kepala."
"Korslet dong, ntar kagak ada yang masakin abang dong..."
"Makanya tuh abang nanya sama pejabat-pejabat ntu, bisa kagak ngurus negara. Ngurus harga jengkol sama pete aja kagak becus."
"Nih abang dapat kabar dari Don, katanya Menteri Perdagangan Gita Wirjawan akan melakukan inspeksi mendadak
dalam waktu dekat."
"Baru akan? Emang dia kagak tahu jengkol, pete, dan kawan-kawannya udah pada naek?"
"Belum, dia malah bilang gini ke kawan abang di kantor, 'Oh ya, saya belum tahu (harga jengkol melonjak). Di mana itu, kalau benar seperti itu, saya akan langsung sidak ke sana,' kata Gita saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (4/6/2013)."
"Bujug buneng... kok bisa yak?"
"Ya bisa, yang diurus menteri kan soal yang besar-besar, Kom."
"Lah, semua yang besar kan asalnya dari yang kecil."
"Iya, Menteri Gita juga udah tau kalee..."

Biar emosi Kokom reda, Juha pun membaca pesan dari Don melalui Blackberry Mesenger. Katanya, saat ini, Gita fokus menurunkan beragam harga komoditas karena memang sebelumnya mengalami kenaikan harga yang relatif tinggi seperti bawang merah, bawang putih, cabai hingga daging sapi dan daging ayam. Sebagai regulator yang mengurusi stabilitas harga barang, Gita akan memastikan ketersediaan pasokan beragam barang komoditas aman.

"Terus Don bilang apa lagi, bang?"

Di beberapa tempat malah sudah ada yang menembus harga Rp 65 ribu per kilogram jengkol. Akibatnya, sejumlah pedagang jengkol gulung tikar. Seorang pedagang jengkol di pasar Anyar, Tangerang kepada wartawan mengaku, sudah satu bulan ini tidak mendapat pasokan jengkol dari Lampung dan kalimantan. Jika pun beroleh pasokan, dia juga bingung untuk menjualnya. Sebab, banyak pembeli yang protes karena harganya melambung tinggi.

"o... Makanya Pok Gedot udah kagak jualan semur jengkol lagi. Dia bilang, kalo pun dirinya bisa membelinya, tetapi untuk menjual ke pembelinya sulit. Mpok Gedot bilang, masa dia mau kasih satu jengkol, ntar pembelinya pada marah. Mending kagak usah jualan aja."
"Makanya elo ganti semur kentang ya? Ntu beli di Pok Gedot kan?"
"Iya, bang."

***
Meski rada ogah-ogahan makan, meski tak ada sambal pete dan semur jengkol di meja makan, tapi nasi di piring Juha tandas juga akhirnya. Sebagai pelengkap dari 'upacara' makan siang itu, Juha pun minta kepada Kokom secangkir kopi pahit kegemarannya.

Sambil menikmati kopi, lamunan Juha pun mengembara ke mana-mana. Dalam pengembaraannya itu, sampai juga dia memikirkan situasi sosial di republik ini.

Bagaimana mungkin ini semua terjadi di negeri subur makmur seperti Indonesia? Semua paradoks sosial berlangsung tanpa bisa dibendung. Kelaparan di tengah lumbung padi seperti terjadi di Karawang, kemiskinan di tengah ladang minyak seperti terjadi di wilayah Riau, penindasan di tengah ladang emas seperti di Papua, dan kini ketidakmampuan membeli makanan yang dulu pernah menjadi sampah: jengkol dan pete!

Jauh di cakrawala sana, Juha seperti melihat kapal yang oleng lajunya. Barangkali kapal itu telah kehilangan nahkodanya yang jangan-jangan justru sedang bersolek di balik kemudi dan tak mempedulikan laju kapal lagi.


Juha segera sadar, saat bininya memerhatikan dirinya sambil tersenyum.
"Kenapa Kom, senyum-senyum sendiri?"
"Ya lagi seneng aja."
"Seneng kenapa?"
"Seneng, paling nggak beberapa hari ke depan, kamar mandi kita kagak bau pesing..."
"Dan kerjaan lo jadi lebih ringan ya, soale kagak masak rendang jengkol sama sambel pete?"
"Becanda, bang, becanda... Kokom gak masalah kok, kan udah jadi kewajiban istri membahagioakan suami. Mau

kamar mandi pesing kek, mau bikin semur kek, kagak masalah."
"Gak masalah juga kalo mulut abang bau pete sama jengkol?"
"Ya nggaklah.."
"Coba abang tes sini," ujar Juha sambil mendekatkan bibirnya ke pipi Kokom.

Mmmmmm....

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com