Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asumsi Nilai Tukar Rp 9.600 di APBN Sulit Tercapai

Kompas.com - 06/06/2013, 13:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan asumsi nilai tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 sebesar Rp 9.600 akan sulit tercapai karena potensi pelemahan mata uang lebih besar daripada peluang penguatan.

"Potensinya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS lebih besar daripada penguatan karena beragam faktor di pasar tidak positif," kata Farial saat dihubungi Antara dari Jakarta, Kamis (6/6/2013).

Pernyataan Farial menanggapi hasil Rapat Kerja antara Badan Anggaran DPR RI dan Pemerintah beberapa waktu lalu yang menghasilkan kesepakatan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam RAPBN-P 2013 sebesar Rp 9.600 dari sebelumnya Rp 9.300. Asumsi itu sebelumnya juga telah disepakati oleh Komisi XI DPR RI.

Farial menjelaskan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan pada tahun ini akan mendorong ongkos produksi barang menjadi meningkat sehingga berkontribusi terhadap tambahan angka inflasi. Di sisi lain, periode puasa pada bulan Juli akan meningkatkan harga bahan makanan yang juga berdampak pada inflasi.

Sejumlah faktor itu, menurut dia, akan berkontribusi pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

"Jadi, apa dasar nilai tukar akan menguat. Menurut saya kecil kemungkinannya, apalagi dana asing cukup banyak masuk dan potensi ada profit taking, defisit neraca perdagangan juga terjadi akibat impor lebih besar daripada ekspor, serta kecenderungan orang lebih menyukai memegang dollar karena takut nilainya meningkat lagi," ujar dia.

Dengan segala asumsi tersebut, Farial memperkirakan nilai tukar rupiah pada akhir tahun justru akan berada pada kisaran Rp 9.750-Rp 9.950 terhadap dollar AS (melemah dibandingkan asumsi dalam RAPBN-P 2013). Itu pun apabila Bank Indonesia bisa melakukan upaya pengendalian.

"Kalau tanpa pengendalian dari Bank Indonesia, mungkin nilai tukar rupiah bisa tembus di angka lebih dari Rp 10.000 terhadap dollar AS, seperti saat kenaikan harga BBM pada tahun 2005," kata dia.

Lebih jauh Farial menilai volatilitas nilai tukar rupiah yang kerap terjadi disebabkan adanya kebijakan lalu lintas devisa bebas. Dalam hal ini, para pengusaha lebih senang menggunakan dolar di luar negeri dan mengakibatkan berkurangnya cadangan devisa nasional.

"Memang Bank Indonesia telah menerapkan aturan devisa hasil ekspor, yakni pengusaha wajib menyimpan devisa hasil ekspor di bank dalam negeri. Akan tetapi, aturan ini tidak melarang devisa keluar lagi sehingga cadangan devisa kita tidak sebanyak negara lain," kata dia.

Dia mengatakan bahwa di beberapa negara tetangga, para pengusaha diwajibkan menyimpan devisa di perbankan nasional. Selain itu juga diterapkan holding periode untuk devisa hasil ekspor, yakni devisa tersebut tidak dapat digunakan lagi di luar negeri tanpa ada alasan kuat yang mendasarinya untuk digunakan di luar negeri.

"Jadi, memang aturan lalu lintas devisa bebas di Indonesia ini momok yang sering menyebabkan nilai tukar menjadi fluktuatif," kata dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

    "Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

    Whats New
    IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

    IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

    Whats New
    Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

    Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

    Whats New
    Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

    Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

    Whats New
    Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

    Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

    Whats New
    Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

    Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

    Whats New
    Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

    Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

    Whats New
    Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

    Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

    Whats New
    Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

    Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

    BrandzView
    Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

    Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

    Whats New
    Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

    Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

    Whats New
    Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

    Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

    Whats New
    Puasa Itu Berhemat atau Boros?

    Puasa Itu Berhemat atau Boros?

    Spend Smart
    Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

    Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

    Whats New
    Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

    Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com