Jakarta, Kompas -
”Presiden menyampaikan perhatian dan terus mengikuti nilai tukar rupiah,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, Selasa (11/6), di Istana Negara, Jakarta.
Menurut Firmanzah, situasi di regional dan global memberi tekanan terhadap nilai tukar mata uang. ”Hal ini sedikit banyak memberikan dampak pada nilai rupiah kita,” ujarnya.
Kondisi rupiah, kata Firmanzah, juga terkait dengan situasi masyarakat Indonesia yang masih menunggu keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. ”Tidak ketinggalan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami tekanan ikut memberi dampak,” katanya.
Sepanjang Selasa, rupiah ditransaksikan pada kisaran
Sementara IHSG ditutup turun 167,42 poin (sekitar 3,50 persen) ke level 4.609,95 dengan jumlah transaksi 13,2 juta lot atau setara dengan Rp 12,7 triliun. Saham-saham di sektor industri dasar dan konstruksi properti turun paling dalam, yakni 5,22 persen dan 5,18 persen.
Menteri Keuangan M Chatib Basri mengatakan, jatuhnya indeks saham di pasar modal terjadi hampir di semua kawasan, seperti di Singapura, Thailand, Jepang, dan Hongkong. Hal itu berpengaruh terhadap IHSG sehingga rupiah melemah.
Fenomena ini, menurut Chatib, dipicu kebijakan The Fed, bank sentral di Amerika Serikat, untuk mengurangi likuiditas yang beredar (
”Namun, hal lain yang mungkin dikhawatirkan pasar adalah mengenai BBM. Saya kira ini
Kenaikan harga BBM bersubsidi, Chatib menambahkan, selalu diikuti penurunan impor migas. Ini menjadi catatan empiris, semisal tahun 2005 atau tahun 2008. Dengan demikian, kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini diharapkan akan memperbaiki neraca perdagangan sehingga akhirnya rupiah menguat.