Dengan kebijakan ini, maka BI Rate sebesar 5,75 persen yang sudah bertahan sejak Februari 2012, naik menjadi 6 persen. Kebijakan soal BI Rate ini menyusul kenaikan suku bunga Fasilitas Simpanan BI (Fasbi) sehari sebelumnya, yang naik 25 basis poin menjadi 4,25 persen.
Suku bunga Fasilitas Pinjaman BI sebesar 6,75 persen. Dengan demikian, bank yang kelebihan likuiditas rupiah dapat menempatkan simpanannya di BI dengan bunga 4,25 persen. Sebaliknya, bank yang membutuhkan likuiditas rupiah dapat meminjam di BI dengan bunga 6,75 persen.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo di Badung, Bali, Kamis (13/6), menyatakan, BI terus menjaga agar nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi. Untuk itu, BI memperhatikan semua aspek mulai nilai tukar sampai pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Ahmad Johansyah menyebutkan, kenaikan BI Rate tersebut sudah memperhitungkan asumsi inflasi 7,2 persen sebagaimana Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P 2013).
Ekonom Standard Chartered Indonesia Eric Sugandi berpendapat, langkah BI menaikkan BI Rate sudah tepat. Pasalnya, tekanan inflasi dan ekspektasi inflasi yang sangat besar, turut menekan nilai tukar rupiah.
”Langkah ini mengurangi persepsi pasar yang negatif. Rupiah akan kembali positif,” ujar Eric.
Bankir juga menilai kenaikan BI Rate kali ini tepat. Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono dan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja secara terpisah menyatakan, kebijakan ini menunjukkan BI antisipatif.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menaikkan suku bunga penjaminan sebesar 25 basis poin. Untuk periode 15 Juni-14 September 2013, suku bunga penjaminan di bank umum untuk simpanan rupiah sebesar 5,75 persen dan valas sebesar 1,25 persen. Adapun suku bunga penjaminan simpanan rupiah di bank perkreditan rakyat sebesar 8,25 persen.
Sementara kalangan dunia usaha keberatan dengan rencana kenaikan suku bunga. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, kenaikan suku bunga akan memberatkan dunia usaha karena biaya produksi langsung melonjak.
Sementara itu, di Bali, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menyatakan, pihaknya telah mengumpulkan direktur badan usaha milik negara pada pekan silam.
Dalam kesempatan itu, ia meminta semua direktur utama BUMN untuk mengelola uang dollar AS di perusahannya masing-masing untuk membantu penguatan rupiah.
BUMN yang banyak berurusan dengan uang dollar AS adalah Pertamina dan perusahaan perkebunan.