Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/06/2013, 09:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Standard Chartered Bank menilai fundamen ekonomi Indonesia terus melemah. Investor asing pun melihat risiko ekonomi dan politik di negeri ini meningkat.

Penilaian itu berurutan dengan direvisinya proyeksi pertumbuhan perekonomian global oleh Bank Dunia. Ini terjadi seiring semakin dalamnya resesi Eropa dan melambatnya perekonomian negara-negara berkembang.

Managing Director and Senior Economist Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menyatakan, persepsi investor semakin negatif karena berlarut-larutnya keputusan mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

”Tanpa kejelasan mengenai kebijakan energi pemerintah, subsidi BBM bakal terus membebani anggaran pemerintah dan neraca transaksi berjalan,” kata Fauzi, di Jakarta, Kamis (13/6/2013).

Standard Chartered merevisi proyeksi transaksi berjalan Indonesia untuk tahun 2013 menjadi 20 miliar dollar AS (sekitar -2,1 persen dari produk domestik bruto/PDB nominal) dari sebelumnya 14 miliar dollar AS (-1,5 persen dari PDB nominal). Ini terkait dengan prediksi pemulihan harga komoditas di pasar internasional masih akan berjalan lambat, sementara sekitar 55 persen ekspor Indonesia berbasis komoditas.

Rupiah diperkirakan akan tetap tertekan sepanjang tahun ini karena risiko meningkatnya inflasi, terutama karena kenaikan harga BBM. Itu terjadi juga seiring lambatnya respons kebijakan moneter Bank Indonesia dan kekhawatiran pasar terhadap defisit neraca transaksi berjalan.

”Kami merevisi proyeksi nilai tukar rupiah ke Rp 9.950 per dollar AS pada akhir triwulan kedua 2013, Rp 9.900 per dollar AS pada akhir triwulan ketiga 2013, dan Rp 9.800 per dollar AS pada akhir triwulan keempat 2013,” kata Fauzi.

Belum pulih

Dalam laporan Global Economic Prospects yang dirilis Selasa lalu, Bank Dunia menyatakan, negara-negara maju belum akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan hanya akan tumbuh 2,2 persen atau melambat jika dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang sebesar 2,3 persen. Pada awal tahun ini, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan tumbuh sekitar 2,4 persen pada tahun 2013.

Terkait kondisi Indonesia, Bank Dunia menyebutkan tingkat inflasi yang meningkat menjadi salah satu yang harus dihadapi dengan saksama. Selain itu, pelemahan nilai rupiah dan kenaikan harga bahan makanan juga patut menjadi perhatian.

Di pasar modal, Bank Dunia melihat valuasi saham di Indonesia bersama Thailand, Laos, dan Filipina sudah terlalu tinggi. Ini terlihat dari rasio harga saham dan laba perusahaan 17-21 kali. Potensi ambil untung oleh investor pun terlihat. (BEN)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    'Startup' Diprediksi Masih Akan Kesulitan Pendanaan Tahun Depan

    "Startup" Diprediksi Masih Akan Kesulitan Pendanaan Tahun Depan

    Whats New
    Lindungi Pekebun Swadaya, Kementan Sempurnakan Regulasi Penetapan Harga TBS Sawit

    Lindungi Pekebun Swadaya, Kementan Sempurnakan Regulasi Penetapan Harga TBS Sawit

    Whats New
    Pasar Kripto Positif, Volume Perdagangan di Aplikasi Pintu Meningkat

    Pasar Kripto Positif, Volume Perdagangan di Aplikasi Pintu Meningkat

    Whats New
    Cara Tarik Tunai Kartu Debit BCA di ATM Luar Negeri

    Cara Tarik Tunai Kartu Debit BCA di ATM Luar Negeri

    Work Smart
    Mengurai Pandangan Capres-Cawapres Soal Ibu Kota Nusantara

    Mengurai Pandangan Capres-Cawapres Soal Ibu Kota Nusantara

    Whats New
    Cara Bayar Paspor Melalui ATM BCA

    Cara Bayar Paspor Melalui ATM BCA

    Whats New
    Ditjen Pajak Bisa 'Intip' Rekening Nasabah di Atas Rp 1 Miliar, Ini Tujuannya

    Ditjen Pajak Bisa "Intip" Rekening Nasabah di Atas Rp 1 Miliar, Ini Tujuannya

    Whats New
    Kebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Global

    Kebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Global

    Whats New
    Lewat Ekonomi Digital, Menko Airlangga Ajak Mahasiswa PKN STAN Jaga Ketahanan Perekonomian

    Lewat Ekonomi Digital, Menko Airlangga Ajak Mahasiswa PKN STAN Jaga Ketahanan Perekonomian

    Whats New
    TKN Prabowo-Gibran soal Solusi Kenaikan Harga Pangan: Operasi Pasar dan Transformasi Bulog

    TKN Prabowo-Gibran soal Solusi Kenaikan Harga Pangan: Operasi Pasar dan Transformasi Bulog

    Whats New
    Kejadian Bercanda Bawa Bom di Pesawat Kerap Terulang, Kemenhub Minta Seluruh Pihak Gencarkan Sosialisasi

    Kejadian Bercanda Bawa Bom di Pesawat Kerap Terulang, Kemenhub Minta Seluruh Pihak Gencarkan Sosialisasi

    Whats New
    PII Siap Jamin Utang Proyek di IKN yang Digarap Pemerintah Bersama Pengusaha

    PII Siap Jamin Utang Proyek di IKN yang Digarap Pemerintah Bersama Pengusaha

    Whats New
    Daftar Kasus Penumpang Pesawat Bercanda soal Bom pada 2023

    Daftar Kasus Penumpang Pesawat Bercanda soal Bom pada 2023

    Whats New
    Simak, Pengaturan Pelabuhan Penyeberangan 22 Desember 2023 - 2 Januari 2024

    Simak, Pengaturan Pelabuhan Penyeberangan 22 Desember 2023 - 2 Januari 2024

    Whats New
    Menteri ESDM: Harga Pertalite Bisa Turun kalau Minyak Mentah di Bawah 60 Dollar AS

    Menteri ESDM: Harga Pertalite Bisa Turun kalau Minyak Mentah di Bawah 60 Dollar AS

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com