Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Loloskah "Balsem" di Paripurna?

Kompas.com - 17/06/2013, 06:47 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sidang paripurna DPR yang digelar Senin (17/6/2013) diprediksi bakal berlangsung alot. Agenda sidang paripurna ini adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan 2013. Di dalamnya tersempil anggaran untuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

BLSM adalah kompensasi dari pemerintah untuk meredam gejolak dampak naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pihak yang kontra sering memelesetkan program tersebut menjadi "balsem".

Dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kamis (13/6/2013), besaran dana untuk BLSM disepakati Rp 9,32 triliun, turun lebih dari Rp 2 triliun dibandingkan usulan semula Rp 11,6 triliun. Penurunan nominal itu diikuti dengan berkurangnya waktu pembagian BLSM, dari 5 bulan menjadi 4 bulan.

Ketua Banggar DPR Achmadi Noor Supit menyatakan, mayoritas fraksi sepakat BLSM diberikan selama 4 bulan untuk 15,5 juta keluarga miskin. Setiap kepala keluarga mendapat Rp 150.000 per bulan setelah harga BBM bersubsidi dinaikkan.

"Dari sini kami ada penghematan sebesar Rp 2,3 triliun yang akan diarahkan untuk dana infrastruktur," kata Supit, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (13/6/2013). Adapun kenaikan harga BBM hampir pasti terjadi, tak peduli derasnya gelombang penolakan sampai saat ini.

Mengacu pada Pasal 8 Ayat 10 Undang-Undang APBN 2012, pemerintah memang memiliki kuasa untuk menyesuaikan harga BBM. Dengan catatan, ada alasan mendasar yang melatarbelakanginya. Pemerintah telah menyampaikan bahwa menaikkan harga BBM bersubsidi dilakukan untuk penyelamatan keuangan negara.

Rencananya, harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 6.500 per liter, dan harga solar naik Rp 1.000 menjadi Rp 5.500 per liter. Namun begitu, alasan pemerintah tak bisa diterima oleh semua fraksi, khususnya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi PDI Perjuangan.

Penolakan kedua fraksi menggunakan dasar proyeksi Bank Indonesia, yang menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi mencapai 7,76 persen. Bila proyeksi itu benar, akan ada risiko pelemahan sendi perekonomian Indonesia. Penolakan pun lalu merembet ke Fraksi Partai Gerindra dan Hanura. Apalagi setelah pemerintah ngotot menggulirkan BLSM sebagai bantalan naiknya harga BBM.

"Kalau mereka menolak ya silakan, toh (harga) BBM bakal naik. Kita tidak ada masalah," kata Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menanggapi penolakan beberapa fraksi itu.

Pemicu utama penolakan adalah pemberian BLSM yang dituding potensial dipolitisasi oleh partai tertentu karena diberikan pada tahun politik. Selain itu, fraksi penolak juga menuntut program kompensasi sejenis diberikan tanpa perlu menaikkan harga BBM.

"Ada yang bilang PDI-P sepakat dengan BLSM, Anda keliru. PDI-P tidak berempati pada rakyat, itu keliru. Ada cara lain yang lebih bermartabat, penguatan ekonomi pedesaan," ujar Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto.

Jika sudah begini, hujan interupsi kemungkinan bakal terjadi di paripurna. Kita lihat apakah "balsem" akan lolos dari gedung Parlemen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com