Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Unik Sikapi Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 20/06/2013, 07:06 WIB
KOMPAS.com  -”Bapak-bapak dan Ibu-ibu, kami tidak meminta uang,” kata seorang mahasiswa di atas bus kota PPD 504 jurusan Grogol-Pulogadung. ”Kami hanya mau berbagi informasi soal harga BBM,” ujarnya sambil berdiri di depan penumpang yang kelihatan bingung melihat ulah mahasiswa itu.

"Biaya produksi BBM premium sekitar Rp 10.000 per liter. Dijual saat ini Rp 4.500 per liter. Itu artinya, pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp 5.000 per liter,” ujarnya berhenti sejenak.

”Jika Bapak dan Ibu punya motor dan diisi 3 liter premium, artinya Bapak dan Ibu hanya mendapatkan subsidi dari negara Rp 15.000,” kata mahasiswa berjaket almamater yang memperkenalkan dirinya bernama Ahmad Rachman. Ia didampingi dua rekannya yang juga berdiri di depan para penumpang.

”Namun, bagi pemilik mobil, kapasitas tangkinya 35 liter. Berarti mereka mendapatkan subsidi dari negara minimal Rp 150.000 sekali mengisi bensin,” ujarnya sambil menatap mata penumpang yang mulai tertarik pada orasinya.

”Bayangkan jika dalam sebulan empat kali mengisi bensin, berarti pemilik mobil mendapatkan subsidi Rp 600.000. Setahun mereka dapat subsidi dari negara paling sedikit Rp 7,2 juta!” ujarnya setengah berteriak yang mengagetkan penumpang.

”Tapi, Bapak dan Ibu yang memakai sepeda motor hanya mendapatkan subsidi Rp 60.000 sebulan atau Rp 720.000 setahun. Inilah ketidakadilan di negeri kita,” ujarnya sambil terus berorasi meyakinkan penumpang. Entah paham atau tidak, mahasiswa itu terus berorasi soal ketidakadilan dan kesenjangan yang terjadi di negeri ini.

Sejumlah sikap

Menanggapi rencana kenaikan harga BBM, ulah mahasiswa dan masyarakat memang sangat beragam. Di sejumlah kota terjadi unjuk rasa, dan beberapa cenderung anarkistis.

”Kami terpaksa berbicara di atas bus kota karena kami berbeda pendapat dengan teman- teman lain,” kata Ahmad memberikan alasan.

Adu argumentasi dengan teman sekampusnya di kawasan Grogol, Jakarta, sudah dilakukan, tetapi tak mencapai titik temu. Karena itulah dia melakukan aksi orasi di atas bus kota untuk mengedukasi masyarakat. Ia menyatakan tak mendukung pemerintah yang sangat mengutamakan pencitraan, tetapi tak peduli pada nasib rakyat kecil walaupun pemerintah akan menyalurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) Rp 150.000 sebulan selama empat bulan.

Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, Ida Ruwaida Noor, juga melihat penyaluran BLSM untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM harus diwaspadai penerapannya karena berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat, apalagi jika data penerimanya tak akurat.

Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, juga mengingatkan, BLSM yang hanya Rp 150.000 sebulan tak akan banyak membantu masyarakat miskin. ”Kenaikan harga barangnya lebih tinggi dari itu,” kata Arie.

Beberapa warga juga menyatakan hal sama. Marsigit (27), pekerja pabrik di Bekasi, Jawa Barat, mengatakan, kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga sejumlah barang.

”Kalau harga BBM naik pasti harga barang naik, ongkos angkutan umum juga naik,” tutur Marsigit yang berencana mengendarai sepeda saat berangkat kerja untuk menghemat pengeluaran setelah harga BBM naik.

Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry B Harmadi mengingatkan, kenaikan harga BBM akan semakin mendorong urbanisasi setelah Lebaran nanti. Ini disebabkan tingkat konsumsi dan produksi masyarakat di pedesaan akan sangat terpengaruh.

”Jika pemerintah tidak memberikan bantuan untuk konsumsi, kualitas masyarakat akan terpuruk, terutama masyarakat di desa-desa,” katanya.

Sonny menambahkan, kenaikan harga BBM, terutama solar, secara langsung memengaruhi kualitas hidup penduduk desa. Ketika kemampuan produksi tertekan dan tidak dapat ditanggulangi, penduduk desa akan datang ke kota. Adapun kepulangan penduduk desa yang berada di kota bisa tertunda akibat kenaikan biaya transportasi.

”Polanya bisa berubah. Masyarakat menyiasati pengeluaran transportasi dengan menggunakan sepeda motor. Masyarakat desa saat urbanisasi ke kota juga berpotensi menggunakan sepeda motor,” ujarnya.

Berto (46), penjaga loket tiket PO Sinar Jaya di Terminal Kampung Rambutan, mengatakan, untuk mengantisipasi penurunan penumpang, PO akan bersaing dengan menawarkan harga tiket murah.

Apa pun dampak kenaikan harga BBM, faktanya subsidi untuk BBM sebesar Rp 297 triliun sangat tidak rasional. Sebagai perbandingan, biaya pembangunan Jalan Tol Ngurah Rai- Benoa di Bali sepanjang 12,7 kilometer hanya Rp 2,4 triliun.

Bayangkan, berapa ratus kilometer jalan tol, rumah sakit, sekolah, atau saluran irigasi yang bisa dibangun dengan dana subsidi BBM selama ini. Berapa banyak fasilitas kampus yang bisa dibangun dengan dana sebesar itu? Inilah bentuk ketidakadilan pemerintah yang diprotes sebagian masyarakat selama ini. (K02/K05/THY)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com